Baru-baru ini, dunia hiburan tanah air dihebohkan dengan kabar mengejutkan dari pasangan selebriti Baim Wong dan Paula Verhoeven. Baim secara resmi mengajukan cerai talak terhadap Paula setelah enam tahun berumah tangga. Gugatan tersebut dilayangkan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Selasa, 8 Oktober 2024, dengan nomor perkara 3477/Pdt.G/2024/PA.JS. Kabar ini sontak membuat publik terkejut, mengingat keduanya selalu terlihat kompak dan harmonis. Dalam konferensi pers yang digelar di hari yang sama, sang aktor didampingi kuasa hukumnya Fahmi Bachmid, mengonfirmasi perihal gugatan tersebut. Peristiwa Baim Wong cerai talak ini pun kemudian memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat luas mengenai perbedaan mendasar antara cerai gugat dan cerai talak, terutama bagi pasangan yang memeluk agama Islam.
Dalam hukum Islam yang diterapkan di Indonesia, cerai talak dan cerai gugat adalah dua istilah yang kerap terdengar dalam kasus perceraian. Meski sering disamakan, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan, baik dari segi definisi maupun proses di pengadilan. Secara umum, perbedaan utama antara cerai talak dan cerai gugat terletak pada siapa yang mengajukan permohonan dan alasan di balik perceraian tersebut. Cerai talak lebih sering terjadi atas inisiatif suami, sementara cerai gugat biasanya diinisiasi oleh sang istri yang merasa hak-haknya terabaikan.
Pasangan yang ingin menggugat cerai harus membawa kasusnya ke pengadilan. Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pihak pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Lebih jelasnya, mari simak bahasan lengkap mengenai perbedaan cerai talak dan cerai gugat berikut ini.
APA ITU CERAI TALAK?
Cerai talak adalah perceraian yang diajukan oleh suami kepada istrinya dengan mengucapkan pernyataan talak. Dalam hukum perkawinan di Indonesia, cerai talak sendiri telah diatur secara lengkap dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut Pasal 129 KHI, seorang suami yang hendak menjatuhkan talak wajib mengajukan permohonan, baik secara lisan maupun tertulis, ke Pengadilan Agama yang berada di wilayah tempat tinggal istri. Permohonan tersebut harus disertai dengan alasan yang jelas dan meminta agar pengadilan menyelenggarakan sidang khusus untuk mengesahkan penjatuhan talak tersebut.
Cerai talak tidak bisa dilakukan secara sembarangan dan harus tetap berpedoman terhadap aturan yang ada. Talak baru bisa diakui sah oleh hukum negara apabila suami menjatuhkannya secara resmi di hadapan Pengadilan Agama. Ini berarti, apabila suami hanya mengucapkan kata talak di luar pengadilan kepada sang istri, maka talak tersebut hanya akan dianggap sah menurut hukum agama, tetapi belum resmi dianggap berakhir secara legal di mata hukum negara. Keabsahan status perceraian baru akan tercapai setelah talak diucapkan di hadapan sidang Pengadilan Agama sesuai prosedur yang telah ditentukan.
Jenis-jenis Talak
Menurut ajaran agama Islam, talak terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Talak Satu dan Dua
Talak satu dan talak dua adalah talak yang masih memberikan kesempatan kepada suami untuk dapat dirujuk atau kawin kembali dengan sang istri. Ketentuan ini tercantum dalam Al Qur'an surah Al-Baqarah (2) ayat 229:
"Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan bak atau melepaskan dengan baik."
Istilah untuk menyebut talak satu dan dua ini adalah talak raj'i, di mana seorang suami masih memiliki hak rujuk kepada istrinya selama masa iddah atau masa tunggunya belum habis tanpa perlu melangsungkan akad nikah baru. Dalam talak raj'i, pernikahan dianggap belum sepenuhnya berakhir selama masa iddah belum selesai. Jika masa iddah berakhir tanpa adanya rujuk dari suami, barulah talak tersebut menjadi final. Sebagaimana diatur dalam pasal 118 KHI yang menyatakan bahwa talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah. - Talak Tiga
Talak tiga atau yang biasa disebut dengan istilah talak ba'in kubra merupakan tingkat talak tertinggi dalam Islam yang sifatnya adalah final. Hubungan pernikahan antara suami dan istri sudah benar-benar tidak dapat dilanjutkan kecuali melalui proses khusus. Penjelasan mengenai talak tiga atau ini tercantum dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:
"Talak ba'in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya."
Dengan kata lain, apabila suami ingin menikahi mantan istrinya lagi setelah terjadinya talak ketiga, maka mantan istrinya harus menikah dengan laki-laki lain secara sah terlebih dahulu, kemudian menjalani kehidupan rumah tangga dengan suami baru. Dan jika pernikahan tersebut mengalami perceraian secara alami (bukan direkayasa), barulah mantan istri bisa menikah lagi dengan suami yang pertama. Bahkan dalam Al Qur'an surah Al-Baqarah (2) ayat 230 juga dijelaskan:
"Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan."
Syarat Mengajukan Cerai Talak ke Pengadilan Agama
Mengutip informasi dari Pengadilan Agama Jakarta Timur, berikut tahapan yang perlu dipersiapkan untuk mengajukan cerai talak:
- Pemohon dapat mengajukan permohonan talak secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah. Disarankan untuk meminta petunjuk dari Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah mengenai tata cara penyusunan surat permohonan.
- Surat permohonan dapat diubah selama tidak mengubah posita (fakta kejadian dan fakta hukum) dan petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita). Jika termohon telah menjawab surat permohonan, perubahan surat harus dilakukan dengan persetujuan termohon.
- Permohonan yang diajukan harus mencantumkan nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman pemohon serta termohon. Selain itu, harus menyertakan posita dan petitum yang jelas.
- Permohonan mengenai hak asuh anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama dapat diajukan bersamaan dengan permohonan cerai talak atau setelah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No.7 Tahun 1989).
- Kemudian, pemohon diwajibkan membayar biaya perkara sesuai dengan Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No.7 Tahun 1989. Namun, apabila pemohon tidak mampu membayar, maka permohonan dapat dilakukan secara cuma-cuma atau prodeo (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).
APA ITU CERAI GUGAT?
Di sisi lain, cerai gugat adalah jenis perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami. Dalam situasi ini, pihak istri berhak mengajukan perceraian jika terdapat alasan yang cukup kuat, seperti adanya kekerasan dalam rumah tangga, ketidakmampuan suami dalam memberikan nafkah, atau pelanggaran terhadap komitmen dalam pernikahan. Proses cerai gugat juga diajukan ke Pengadilan Agama setempat dan wajib disertai dengan bukti-bukti yang mendukung pernyataan istri. Pengadilan akan mengevaluasi alasan yang diajukan oleh istri terlebih dahulu, dan jika terbukti sah, maka pengadilan dapat memutuskan untuk mengabulkan perceraian.
Peraturan mengenai cerai gugat ini tertuang dalam Pasal 132 ayat (1) KHI yang berbunyi:
"Gugatan perceraian diajukan oleh istri atas kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami."
Pada pasal tersebut, istilah penggugat merujuk kepada istri yang mengajukan permohonan perceraian, sedangkan suami yang menjadi subjek gugatan disebut sebagai pihak tergugat. Sama seperti cerai talak yang diajukan oleh pihak suami, perkara cerai gugat juga mencakup pembahasan tentang hak asuh anak, pembagian harta gono-gini, dan nafkah yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang terlibat.
Kesimpulannya, baik cerai talak maupun cerai gugat memiliki prosedur dan syarat yang berbeda, namun keduanya merupakan bentuk perceraian yang sah dalam hukum di Indonesia. Cerai talak memberikan hak kepada suami untuk mengajukan perceraian, sementara cerai gugat memberi kekuasaan kepada istri untuk meminta perceraian berdasarkan alasan yang kuat. Dalam menghadapi perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat, pihak pemohon berhak didampingi oleh kuasa hukum atau penasihat hukum agar proses perceraian dapat berlangsung dengan adil sesuai ketetapan hukum yang berlaku.