Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Photography: NAMORA PICTURES
Ingatkah Anda dengan foto pre-wedding yang terinspirasi oleh potret kuno dari Ade dan Rama? Kebanggaan pasangan ini akan warisan budaya keluarga mereka tentunya tak perlu diragukan lagi. Perhelatan mereka pun berpedoman pada dua adat yang berbeda. "Kombinasi tradisi Jawa dan Mandailing mencerminkan apresiasi kami atas setiap orang yang terlibat dalam pernikahan ini, serta melambangkan kesatuan kami meski datang dari latar belakang budaya yang berbeda," jelas Ade.
Selama upacara pernikahan berlangsung, Ade mengenakan kebaya Jawa hasil rancangan Dina Vahada. "Saya memilih siluet klasik yang kemudian dihiasi oleh ratusan mutiara dan payet," ungkapnya. Sementara itu, Rama mengenakan beskap putih dengan kain batik yang serasi.
Saat resepsi, pasangan ini mengenakan pakaian tradisional Mandailing yang memikat karya Didiet Maulana. "Busana resepsi kami terlihat sangat glamor dan mewah. Kami menerima begitu banyak pujian pada malam itu!" tutur Ade. Tak heran, sang desainer ternama menghabiskan waktu hingga enam bulan untuk mengerjakannya.
Hitam, emas, dan merah—warna-warna khas daerah Tapanuli Selatan—berhasil dipadukan secara harmonis. Bahkan, aksesori pengantin dibuat secara khusus oleh seniman lokal di Sipirok, Sumatra Utara. "Proses desainnya memakan waktu satu tahun karena kami menginginkan sesuatu yang spesial. Sesuai permintaan saya, Mas Didiet menambahkan detail sabrina yang sangat cantik. Sampai saat ini, saya masih terkesima akan kemampuannya menciptakan busana yang merefleksikan diri dan budaya kami dengan begitu kuat," ujar Ade.
Ketika memasuki area resepsi, Ade dan Rama melakukan tarian Tor-Tor yang telah mereka latih selama beberapa minggu sebelumnya. "Manortor menandakan awal perjalanan kami sebagai suami-istri. Tarian ini melambangkan bagaimana seorang suami melindungi istrinya dan sang istri memberikan keharmonisan. Keduanya pun bersama-sama menjaga kesetiaan dan ketulusan terhadap satu sama lain," cerita Ade.
Ade memiliki saran yang sangat berguna bagi calon pengantin wanita lainnya. "Jaga hubungan dengan orang-orang tercinta, karena merekalah yang akan memberi dukungan selama perencanaan pernikahan. Juga, banyak-banyaklah berdoa agar Anda dihujani berkah tidak hanya pada hari pernikahan, tetapi juga dalam kehidupan rumah tangga kelak," ungkap Ade.