Para newlyweds atau pengantin baru sering kali merasa pasangannya berubah ketika hubungan mereka resmi menjadi suami-istri. Jika saat pacaran, pasangan bisa begitu romantis, tapi mengapa setelah menikah hubungan terasa formal. Maka muncullah komentar, "Wah ternyata menikah seperti ini ya?" Apakah komitmen yang diresmikan dalam ikatan pernikahan justru membuat semua interaksi dengan pasangan terasa formal? Lalu jika semuanya terasa formal, bagaimanakah merawat komitmen yang ada agar tidak terasa sekadar mempertahankan hubungan yang sudah sah?
Membangun komitmen sangat penting untuk mengantisipasi perubahan rasa.
Menurut Pingkan Rumondor, M.Psi., hal pertama yang harus disadari oleh pengantin baru adalah harus siap menerima segala perubahan yang terjadi. Karena satu-satunya yang konstan dalam dunia ini adalah hukum perubahan. "Kita jangan sampai berpikir bahwa kita dan pasangan akan selalu sama seperti kita pacaran dulu. Rasa bisa berubah," imbuh Pingkan yang adalah Psikolog Klinis Dewasa yang memilih spesialisasi di bidang hubungan (relationship), keluarga dan pernikahan.
Bahkan menurutnya, pasangan yang sudah menikah 25 tahun sekalipun pasti mengalami begitu banyak perubahan, termasuk perubahan rasa. Meski terjadi perubahan rasa, Pinkan mengingatkan untuk jangan langsung skeptis. Ia justru menekankan bahwa komitmen harus dilatih karena tidak terjadi secara natural.
Apa iya komitmen bisa dilatih? Pinkan menjelaskan, komitmen itu sebenarnya adalah hal-hal kecil, dimana Anda mau melakukan sesuatu untuk mempertahankan hubungan. "Jadi komitmen adalah kesadaran yang muncul untuk melakukan yang terbaik untuk pasangan dan hubungannya."
Itu mengapa dalam komitmen ada sebuah devotion yang mendorong Anda untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri tapi juga bagaimana agar hubungan ini bisa tetap bertahan. "Serta mau berusaha agar hubungannya tetap bisa dijalani. Karena itu harus ada sayang di dalam komitmen yang kemudian menjadikannya cinta," papar Pingkan yang aktif membagikan tentang mindful relationship di akun Instagramnya @pingkancbr.
Jadi menurut Pingkan, komitmen adalah kesepakatan untuk mau melakukan sesuatu agar hubungan yang dibangun bisa dijalani bersama. Adapun cara untuk melatihnya adalah dengan melakukan "evaluasi" bersama pasangan. Apa yang dievaluasi? "Bagaimana hubungan ini telah dijalani? Bagaimana pasangan mempersepsikan hubungan yang terjadi? Apa yang sama-sama bisa di-improve? Bagaimana supaya bisa lebih sering menghabiskan waktu bersama? Bagaimana agar tetap mesra. Semua ini harus didiskusikan secara terbuka."
Buatlah jadwal tetap untuk mengevaluasi jalinan komitmen yang terbentuk bersama pasangan.
Bahkan Pingkan menyarankan, percakapan yang bertemakan "evaluasi" tersebut sebaiknya dilakukan secara rutin. "Bisa mingguan, bulanan, atau tahunan. Inilah proses melatih menjaga komitmen," ucap Pinkan.
Jika kemudian dalam proses evaluasi itu, terungkap kalau ada yang merasakan perubahan rasa, Pingkan mengingatkan agar jangan langsung mempersepsikan kalau pasangan sudah tidak punya komitmen lagi. Penting untuk menyadari bahwa perubahan adalah hal yang wajar dalam rumah tangga, karena ini justru menandakan kalau hubungan Anda dan pasangan tidak stagnan. "Karena kita masing-masing bertumbuh dan ini tentu memengaruhi hubungan yang terjalin."
Yang harus dipikirkan kemudian, sambung Pingkan, adalah bagaimana mengatasi hal tersebut. Maka muncullah kembali kesadaran melakukan sesuatu untuk hubungan. Inilah konsep dasar dari komitmen tersebut, "Willingness to do together atau keinginan untuk bersama-sama melakukan sesuatu." Bisa jadi yang dibutuhkan sebenarnya adalah melakukan hal sederhana bersama untuk menciptakan sparks dalam pernikahan. "Misalnya saja melakukan hal-hal baru dengan pasangan yang kemudian mengembalikan kehangatan cinta antara Anda dengan pasangan," pungkas Pingkan.