Berawal dari hubungan yang sebatas senior-junior, Afit tidak pernah menyangka bahwa Itok akan menjadi suaminya. Namun, ternyata Tuhan mempunyai cara yang unik dalam menyatukan mereka. Setelah enam tahun tidak lagi berpapasan di lorong perkuliahan, Afit dan Itok dipertemukan lagi oleh teman mereka yang hendak menjodohkan keduanya. Singkat cerita, setelah dua tahun menjalin hubungan asmara, Afit dan Itok memutuskan untuk menikah pada pertengahan tahun 2019.
"Kebetulan kami sama-sama berprofesi sebagai dokter, dan kami juga akan mulai merintis bisnis bersama yaitu usaha kedai kopi," ungkap mempelai wanita yang berdomisili di Solo, Jawa Tengah ini. Ia dan Itok memang menginginkan pernikahan dengan prosesi adat Jawa yang lengkap, dari siraman, midodareni, panggih, hingga akad bernuansa adat Jawa. Hanya pada acara resepsi saja yang berkonsep internasional.
"Saya ingin konsep rustic yang terdiri dari aksen kayu-kayu minimalis, bunga juga yang simpel, banyak dedaunan serta bunga kering. Konsep ini aku pilih karena awalnya aku ingin sekali pernikahan outdoor, tapi karena gedung ini indoor, maka aku ingin menyulapnya menjadi outdoor," jelas Afit. Perihal pakaian yang akan dikenakan, Afit dan Itok tidak ambil pusing karena Afit memiliki usaha clothing line yang berfokus pada kebaya, dress, dan robes.
Pasangan multitalenta ini pun menggunakan kedai kopi mereka yaitu The Tower Space untuk mengadakan acara pengajian, siraman, midodareni, akad, dan panggih. Acara pengajian, siraman, serta midodareni yang diadakan keduanya bernuansa syahdu dan cerah. Pada hari itu, Afit mengenakan busana pengajian berwarna hijau mint green yang membuatnya terlihat segar. Kemudian, pada acara siraman ia dibalut kebaya merah muda, dan berganti kebaya kutu baru sabrina berwarna ungu untuk midodareni.
Pada hari berikutnya, Afit memilih busana kebaya putih bertema Jawa dengan sedikit sentuhan modern untukn prosesi akad. Usai bertukar janji cinta dan cincin, Afit dan Itok bergegas mengganti busana untuk prosesi adat tradisional Jawa terakhir mereka, yaitu panggih. Kali ini, Afit mengenakan kebaya hitam, warna yang khas dengan kebaya adat Jawa. Pasangan mempelai itu dengan patuh mengikuti ritual-ritual panggih. Salah satunya adalah wijikan atau ranupada, di mana mempelai wanita membasuh kaki suaminya sebagai tanda kebaktian kepadanya serta untuk menghilangkan halangan dalam perjalanan menuju rumah tangga yang sejahtera.
Hari bahagia itu diakhiri dengan acara resepsi pada malam hari yang diadakan di Diamond Solo Convention Center. Mereka mengenakan baju berona pastel di awal acara, kemudian berganti dengan warna yang lebih gelap. Pasangan suami-istri ini kemudian menikmati malam perayaan pernikahan mereka dengan menyambut para tamu, berfoto-foto, serta bercanda-tawa dengan satu sama lain. "Tidak sulit kok mempekerjakan vendor lokal untuk mengadakan pernikahan di kota kecil. Prinsip utama saya adalah, kita semua memiliki selera sendiri. Kita harus cerdas dalam mengarahkan vendor agar hasilnya sesuai dengan selera kita tanpa mengubah gaya mereka," saran Afit.