Dika dan Disha adalah sepasang high school sweethearts yang sudah menjalin hubungan romantis selama enam tahun lamanya sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. "Kami dulu bersekolah di SMP yang sama dan sempat berpacaran juga, tapi kami putus. Kemudian setelah tiga tahun tidak bersua, kami bertemu lagi saat duduk di bangku SMA. Saat itulah kami akhirnya 'balikan' lagi," cerita Disha. Mengenai mengapa Dika merupakan lelaki yang tepat untuknya, Disha menjelaskan bahwa ia dan Dika bukan hanya pasangan romantis, namun juga sahabat yang tumbuh bersama. "Kami sudah mengetahui sifat satu sama lain dan membentuknya bersama-sama, hingga hobi kami pun jadi sama, selera musik sama, serta sahabat-sahabat kami pun sama. Saya tidak bisa membayangkan menjalani hidup sebagai suami-istri dengan orang lain," ungkap Disha.
Album foto Dika dan Disha yang sangat menarik ini diabadikan oleh salah satu fotografer prewedding ternama yaitu Jatidiri Ono. Keduanya memang gemar dengan hasil-hasil jepretan Jatidiri Ono, khususnya proyek-proyek fotografi yang memiliki unsur naratif di setiap fotonya. Ketika hendak memilih fotografer, Disha menganggap bahwa foto-foto Jatidiri Ono-lah yang terkesan paling natural dan tidak terlalu dibuat-buat. "Saya mudah sekali geli dengan hal-hal yang terlalu dibuat-buat. Karena itu, saya ingin mengusung konsep yang tidak menggelikan atau membuat cringe," jelas Disha. Calon mempelai ini mengakui bahwa ia sangat spesifik dengan konsep yang ia inginkan, dari suasana hingga pose-posenya.
Pasangan ini memiliki ide untuk menggambarkan hidup keseharian orang Indonesia di tahun 90-an, suatu konsep yang familiar dengan mereka. "Ada dua scene yang kami ingin tampilkan, yaitu keseharian rumah tangga di tahun 90-an di mana kami sedang melakukan pekerjaan rumah. Kemudian, yang kedua kami jalan-jalan di dalam angkutan umum Kopaja," tutur Disha. Ia terinspirasi oleh foto-foto zaman dahulu yang terlihat kaku dan tidak banyak tersenyum. Kedua calon pengantin ini juga bercerita kalau sang fotografer ikut berkontribusi dalam memberikan referensi film-film Joko Anwar dengan setting tahun 90-an. Selain kedua scenes tersebut, Dika dan Disha juga berfoto dengan konsep photobooth strip bernuansa hitam-putih.
"Untuk style fotonya, saya menginginkan yang berkesan editorial. Kami ingin berusaha semaksimal mungkin untuk menyukseskan pemotretan ini agar terlihat bagus," jelas Disha. Pemotretan prewedding mereka juga dibantu oleh seorang stylist yang juga teman dari Disha, yaitu Irfani Jelita. Jelita yang merupakan seorang editorial stylist menyediakan baju-baju yang sesuai dengan konsep Disha dan juga memberi berbagai saran dalam berpose editorial. Pada hari pemotretan pun, baik Jatidiri Ono dan Jelita bekerja sama dengan baik hingga proses pemotretan termasuk cepat. "Ketika difoto oleh Ono, kami sama sekali tidak merasa awkward. Karena kami bukan model, saya dan Dika senang dengan banyaknya arahan dari Mas Ono dan juga oleh Jelita untuk pose-posenya," kenang Disha
Disha berpendapat bahwa setiap prewedding berbeda-beda, semua tergantung style dari setiap pasangan. Ia menyarankan, bagi para brides-to-be di luar sana yang menginginkan album pra-pernikahan yang menarik, untuk melakukan riset sebanyak mungkin serta mengembangkan konsep yang spesifik. "Menurut saya, kerja sama yang baik dengan semua orang yang terlibat juga penting. Pastikan semuanya mengerti dengan mood yang kalian inginkan. Terakhir, jangan lupa untuk bersenang-senang!" saran Disha. Sedangkan bagi Dika, kerja sama dengan fotografer adalah salah satu unsur yang paling penting. "Hindari melepas segalanya ke fotografer, berkontribusilah dengan maksimal agar hasil pemotretannya juga maksimal," tuturnya.