Dalam bahasa arab, walimatul ursy adalah istilah yang merujuk kepada pesta atau jamuan makan yang diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan pernikahan. Ini merupakan tahapan resepsi yang umumnya digelar setelah prosesi ijab qabul. Sebagian besar ulama menyatakan bahwa hukum walimah adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Hal tersebut lantaran walimah dinilai sebagai sebuah cara untuk mengumumkan pernikahan kepada masyarakat sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah. Perintah ini tertuang dalam sabda Rasulullah SAW:
أعْلنوا هَذَا الن كَاحَ وا حجعَلوهُ فِ الحمَسَاجِدِ وا حضرب وه عَلحيهِ بِالدُّفوف
Artinya: "Umumkanlah pernikahan ini, jadikan tempatnya di dalam masjid dan pukulkan atasnya duff (rebanarebana)" (HR. Tirmidzi)
Dengan mengumumkan pernikahan secara terbuka dan tidak dirahasiakan, hal ini akan membantu pasangan pengantin untuk terhindar dari segala fitnah ataupun keraguan tentang keabsahan pernikahan. Sementara itu, mengundang masyarakat luas pada acara walimah juga dapat mempererat tali silaturahmi antara mempelai, keluarga, dan para kerabat.
Ketika berbicara tentang resepsi pernikahan islami, maka ada sejumlah adab yang perlu dipahami dan diperhatikan oleh calon pengantin demi bisa menyempurnakan tata cara pelaksanaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Karena hal ini sangat berkaitan erat pada nilai-nilai moral yang harus dijaga agar momentum selebrasi tetap diselimuti dengan keberkahan. Nah, apa sajakah itu? Berikut ini merupakan adab resepsi pernikahan islami yang bisa Anda terapkan di acara jamuan Anda.
- Ruang Resepsi yang Terpisah
Adab resepsi pernikahan islami seringkali mensyaratkan adanya ruang resepsi yang terpisah untuk tamu pria dan wanita. Hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan kesucian interaksi antara lawan jenis yang bukan mahram (bukan keluarga dekat). Pemisahan ruang ini bertujuan untuk mencegah terjadinya ikhtilat, yaitu percampuran antara pria dan wanita dalam satu ruangan yang dapat berpotensi menimbulkan fitnah atau godaan. Secara tidak langsung, Anda pun akan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para tamu undangan, sehingga memungkinkan mereka untuk menikmati acara tanpa khawatir melanggar prinsip-prinsip agama. - Menerapkan Akad Nikah dengan Konsep Syar'i
Dalam ajaran Islam, menjaga aurat dan interaksi antara pria dan wanita yang bukan atau belum mahram adalah penting untuk menghindari fitnah. Dengan memisahkan mempelai pria dan wanita sebelum kata 'sah' terucap, ini akan membantu pengikraran janji suci dan penerimaan ijab kabul berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan atau distraksi. Selain itu, pemisahan ini juga merupakan bentuk usaha untuk melindungi kedua mempelai dari pandangan-pandangan yang tidak perlu dalam etika Islam. Mempelai wanita umumnya akan menyaksikan jalannya akad melalui ruangan terpisah, sebelum akhirnya dipertemukan oleh sang suami setelah ijab kabul selesai. Akad pernikahan tetap akan sah sekalipun mempelai wanita tidak didudukkan di meja akad, selama lima butir dari rukun nikah sudah benar-benar terpenuhi, yaitu hadirnya mempelai pria, mempelai wanita, wali, saksi, dan shighat atau ijab kabul. - Menerapkan Pesta Duduk
Adab resepsi pernikahan Islami tidak menganjurkan adanya standing party atau makan dan minum dalam posisi berdiri karena konsep ini kerap kali bertentangan dengan prinsip-prinsip kesopanan dalam ajaran Islam. Lebih dari itu, standing party bisa mengakibatkan interaksi bebas antara pria dan wanita yang bukan mahram. Sementara Islam telah mengajarkan sebuah etika bahwa sebaiknya ketika akan makan dan minum dianjurkan dalam posisi duduk. Sebagian besar hadits menyarankan agar kita tidak makan atau minum sambil berdiri, kecuali jika ada alasan tertentu yang membuat kita tidak mampu makan atau minum dalam posisi duduk.
لا خلاف بين الفقهاء أنه يندب الْجُلُوسُ لِلأكْل وَالشُّرْبِ وَأَنَّ الشُّرْبَ قَائِمًا بِلاَ عُذْرٍ خِلاَفُ الأَوْلَى عِنْدَ جُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ
"Tiada khilaf di kalangan ahli fiqih bahwa seseorang dianjurkan makan dan minum sambil duduk. Tetapi minum sambil berdiri tanpa uzur menyalahi yang afdhal menurut mayoritas ulama," (Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu'atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan I, juz XV, halaman 270-271). - Menggunakan Lagu-Lagu Islami
Musik dan nyanyian yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama sering dianggap kurang pantas atau bahkan dilarang. Sebaliknya, lagu-lagu Islami seperti qasidah atau nasyid, biasanya mengandung lirik yang berisi pesan-pesan kebaikan, pujian kepada Allah, dan nasihat agama yang bermanfaat. Dengan demikian, penggunaan lagu-lagu islami dalam resepsi pernikahan tidak hanya dapat memperkuat aspek spiritual saja sepanjang acara, tetapi juga membantu menjaga suasana agar tetap selaras dengan nilai-nilai agama dan kesucian pernikahan. - Menyuguhkan Hidangan Halal yang Sesuai dengan Kemampuan
Sebelum memutuskan untuk menyusun menu makanan dalam resepsi pernikahan, penting untuk diketahui bahwa pada dasarnya, menyajikan jamuan yang sesuai dengan kemampuan juga mencerminkan prinsip kesederhanaan dalam menyelenggarakan walimah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini untuk menghindari potensi makanan mubazir yang nantinya terbuang sia-sia. Pastikan pula aneka hidangan yang disediakan halal agar semua tamu dapat menikmati makanan tanpa kekhawatiran mengenai kesesuaiannya dengan ajaran agama. Mengutip NU online, beberapa hadits bahkan memaparkan kesunahan bagi yang mampu untuk menyuguhkan masakan seekor kambing kepada tamu undangan, seperti yang dituturkan oleh Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib (Surabaya: Kharisma, 2000), halaman 236:
قوله (والوليمة على العُرس) مستحبة والمراد بها طعام يتخذ للعرس... وأقلها للمكثر شاةٌ، وللمقل ما تيسر
Artinya: "Walimah pernikahan hukumnya disunnahkan. Yang dimaksud dalam hal ini ialah jamuan makan ketika pernikahan. Paling sedikit hidangan bagi orang mampu ialah seekor kambing, dan bagi orang yang kurang mampu, hidangannya apa pun semampunya."
Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Anas bin Malik:
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْفٍ اَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: مَا هذَا؟ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ. قَالَ: فَبَارَكَ اللهُ لَكَ. اَوْلِمْ وَ لَوْ بِشَاةٍ. مسلم
Artinya: "Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW melihat ada bekas kuning-kuning pada 'Abdur Rahman bin 'Auf. Maka beliau bertanya, 'Apa ini ?' Ia menjawab, 'Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi wanita dengan mahar seberat biji dari emas.' Beliau bersabda, 'Semoga Allah memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing,'" (HR Muslim).
Setiap tahapan dalam rangkaian resepsi pernikahan Islami memerlukan perhatian terhadap adab dan etika sebagai kunci utama untuk menghasilkan acara yang tidak hanya meriah, tetapi juga dipenuhi dengan berkah.