Bertemu pertama kali di wilayah Prawirotaman, Yogyakarta, siapa sangka NGO tempat Nora bekerja menjadi jembatan baginya untuk bertemu dengan Joe pertama kali. Joe yang kala itu sedang menjalani masa pertukaran pelajar, tak dapat menolak pesona dari Nora yang pada akhirnya menjadi sang kekasih selama 7 tahun lamanya. Mengawali hubungan dengan tingkat keseriusan yang dalam, dua sejoli ini paham kemana perjalanan keduanya akan berlabuh. Hingga tiba momen proposal yang begitu unik, sebuah omakase dengan skala intimate menjadi saksi bisu Joe melamar Nora. Mengukir kesan uniknya sendiri, lantaran Joe yang begitu berdebar kala itu, tanpa kata, tanpa kneel down, menyuguhkan kotak berisi cincin pada sang kekasih. Namun, hal ini lantas menjadi memori otentik dan jujur dari perjalanan kasih kedua mempelai.
Pasangan yang memiliki keselarasan perihal selera ini mengatakan bahwa dalam menentukan konsep pernikahan keduanya tak menemui rintangan yang begitu berarti, berbagai ide kreatif justru mengalir deras bagi Nora dan Joe. Kecintaan keduanya pada film dan dan music di era 60an lantas menjadi sumber inspirasi bagi konsep pernikahan tersebut. Hal ini terlihat nyata dari dominasi palet dekorasi yang kaya akan warna ruby red, light pink, turquoise, soft yellow, white, juga sage green. Pemilihan warna ini kemudian menjadi narasi visual yang begitu unik, terkhusus pada pernikahan yang dilaksanakan di Pulau Dewata ini. Pesona tepi pantai yang lekat dengan nuansa syahdu, disulap begitu meriah dengan balutan warna pop yang begitu menggembirakan.
Seperti pada latar tempat kedua pengantin mengucap janji suci, aksen radio berwarna turquoise hadir bak instalasi pernikahan yang begitu mencuri perhatian. Hal ini kian lengkap dengan permainan aksen bunga yang hadir dalam pilihan warna pop namun soft pada setiap sudut dekorasi. Padu padan rona hingga sematan detail dekorasi yang terjadi di malam indah itu, sungguh berhasil membawa gambaran kehidupan seni di era 60-an. Tak berhenti di sana, pasangan pecinta musik dan film ini kembali menyulap area masuk pernikahan layaknya sebuah gedung pertunjukan. Suguhan foto prewedding yang dikemas dalam poster penayangan film, hingga spot ala ticketing yang kian melengkapi atmosfer bahagia.
Pemilihan dekorasi yang begitu memikat lantas Nora dan Joe imbangi dengan pemilihan busana yang begitu sederhana. Pada rangkaian wedding ceremony, Nora memutuskan untuk mengenakan gaun dengan nuansa ala 60an, meski sempat merasa kesulitan mencari gaun pernikahan berkonsep vintage tersebut, namun sang mempelai berhasil menemukan gaun yang begitu hidup saat ia kenakan. Sedangkan untuk Joe, setelan jas berbahan linen menjadi pilihan sang mempelai pria, lantaran cuaca Bali yang panas membuat linen menjadi bahan yang dinilai tepat untuk ia kenakan. Untuk rangkaian resepsi, kedua mempelai ini pun sepakat untuk memilih busana yang lebih casual lagi.
Pernikahan yang dilangsungkan di Pulau Bali ini tentu membawa tantangannya sendiri bagi Nora dan Joe yang menetap di Australia. Komunikasi dengan para vendor yang terjalin secara jarak jauh serta berbagai rintangan waktu pun menjadi hal yang tak terelakkan. Namun, pertemuan dengan kedua mempelai dengan Bali Eve Planner nyatanya dapat menyelesaikan segala tantangan dengan baik. Tak hanya soal jarak maupun perbedaan waktu, tim Bali Eve Planner juga begitu lihai dalam menginterpretasikan keinginan dari Nora dan Joe.
Lihat lebih detail album pernikahan dari pasangan yang selalu all out dalam menyatakan bahasa kasihnya ini.
