
Menjalani kehidupan rumah tangga tentu akan melalui begitu banyak tantangan. Setiap pasangan pasti menghadapi dinamika, baik itu dalam bentuk perbedaan pendapat, masalah keuangan, atau bahkan rasa cemburu. Namun, jika diiringi dengan sikap pengertian, kasih sayang, dan rasa saling menghormati, impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis insha Allah dapat tercipta. Bagi umat Muslim, kita sudah diberikan contoh yang sangat mulia dalam menjalani kehidupan pernikahan, yaitu melalui Rasulullah Muhammad SAW. Kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW menjadi teladan utama dalam setiap aspek, termasuk dalam menghargai dan memuliakan pasangan hidup.
Keadaan rumah tangga Rasulullah SAW sangatlah harmonis dan penuh kasih sayang. Beliau tidak hanya menjadi pemimpin umat, tetapi juga suami yang sangat perhatian kepada istrinya. Kesederhanaan dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW menjadi ciri khas yang dapat kita teladani. Rasulullah menunjukkan bahwa kebahagiaan dalam pernikahan bukanlah datang dari kemewahan, tetapi dari saling menghormati dan kerjasama yang baik antara suami dan istri. Hal ini tercermin dalam Al-Qur'an Surah Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah…"
Sikap Rasulullah Kepada Istri-Nya yang Penuh Kasih Sayang
Begitu banyak hal yang bisa diteladani ketika membaca sejarah perjalanan rumah tangga Nabi dengan istri beliau. Dalam Jurnal "Al-Hiwar" Vol. 03, No. 05, tercatat beberapa momen yang menggambarkan dinamika hubungan Rasulullah dengan sang istri. Salah satunya adalah ketika Rasulullah SAW hendak melaksanakan shalat malam. Dalam salah satu riwayat yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, disebutkan bahwa Rasulullah SAW mendekati Aisyah pada tengah malam sambil berkata, "Wahai Aisyah, ijinkan aku untuk beribadah kepada Tuhanku." Terlihat betapa Rasulullah SAW sangat menghormati istri-Nya, bahkan ketika hendak beribadah kepada Allah, beliau meminta izin terlebih dahulu dengan penuh kasih sayang.
Kisah ini menunjukkan bahwa dalam Islam, hubungan suami istri harus dibangun dengan komunikasi yang baik dan penuh pengertian. Tidak hanya istri saja yang harus selalu meminta izin kepada suami, tetapi suami pun, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah, perlu meminta izin kepada istri untuk menjalankan ibadah atau kegiatan lainnya. Hal ini mengajarkan kita bahwa pernikahan dalam Islam adalah hubungan yang saling mendukung dan saling menghormati. Bahkan dalam sebuah ayat dari Surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi, "Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā", bila diterjemahkan secara arif, disebutkan bahwa laki-laki bertanggung-jawab atas perempuan, bukan menguasai, bukan pula mendominasi.
Romantisme Rasulullah dalam Kehidupan Rumah Tangga
Rasulullah tidak hanya dikenal pandai berkata-kata, tetapi juga selalu berusaha menjadi suami yang romantis. Dalam banyak riwayat, beliau menunjukkan sikap romantis yang begitu menyentuh hati. Salah satu peristiwa yang menggambarkan hal ini adalah ketika Rasulullah menggendong Sayyidah Aisyah dengan penuh kasih sayang agar sang istri bisa melihat orang-orang Habsyi yang sedang bermain di pekarangan masjid.
Dalam kisah tersebut, Aisyah mengatakan, "Orang-orang Habasyah masuk ke dalam masjid untuk bermain (latihan berpedang), maka Nabi SAW bertanya kepadaku 'wahai khumaira (panggilan sayang untuk Aisyah), apakah engkau ingin meihat mereka?', aku menjawab, 'iya'. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam lalu berdiri di pintu, lalu aku mendatanginya dan aku letakkan daguku di atas pundaknya kemudian aku sandarkan wajahku di pipinya. (setelah agak lama) Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya, 'sudah cukup (engkau melihat mereka bermain)', aku menjawab, 'wahai Rasulullah, jangan terburu-buru', lalu beliau (tetap) berdiri untukku agar aku bisa terus melihat mereka. Kemudian ia bertanya lagi, 'sudah cukup', aku pun menjawab, 'wahai Rasulullah, jangan terburu-buru'. Aisyah berkata, 'Sebenarnya aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, akan tetapi aku ingin para wanita tahu bagaimana kedudukan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di sisiku dan kedudukanku di sisi Rasulullah SAW".
Hal tersebut menggambarkan betapa Rasulullah sangat menyayangi Aisyah, hingga ia rela meluangkan waktu untuk memenuhi keinginan sederhana sang istri. Pada kesempatan lain, Rasulullah juga pernah mengadakan lomba lari dengan Aisyah, dan meskipun Rasulullah lebih kuat secara fisik, namun Aisyah berhasil mencuri kemenangan. Nabi kemudian menyebutnya dengan panggilan sayang, "Yaaa Humaira! Duhai istriku yang pipinya kemerahan." Aisyah juga menceritakan bagaimana mereka kerap makan sepiring berdua, berbagi selimut yang sama, dan menjalani kehidupan yang penuh kebersamaan. Rasulullah memanjakan Aisyah dengan segala kelembutannya sehingga Aisyah pun merasa dihargai sekaligus dicintai, hingga dirinya berhasil menjadi wanita yang tangguh di usianya yang masih cukup muda.
Senang Membantu Pekerjaan Rumah Tangga
Sikap Rasulullah yang bijak dalam mengelola rumah tangga tercermin saat bagaimana beliau tidak ragu untuk ikut terjun langsung dalam pekerjaan rumah tangga. Rasulullah tidak pernah membebani istrinya dengan sederet pekerjaan rumah yang memang harus menjadi tanggung jawab berdua. Sayyidah Aisyah mengungkapkan bahwa Rasulullah SAW sering kali mengerjakan pekerjaan yang sekiranya bisa ia lakukan sendiri, seperti menyulam pakaian yang robek atau menjahit sandalnya yang putus. Rasulullah juga tidak segan membantu istrinya dalam pekerjaan rumah tangga lainnya tanpa diminta.
Imam Al-Bukhari mencatat perkataan Aisyah ini dalam dua bab di dalam sahih-nya, yaitu Bab Muamalah Suami dengan Istrinya dan Bab Suami Membantu Istrinya. Urwah bertanya kepada Aisyah, "Wahai Ummul Mukminin, apa yang dilakukan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam saat berada di rumah bersamamu?" Aisyah menjawab, "Ia melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh salah satu di antara kalian ketika membantu istrinya. Ia memperbaiki sandalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember." Dalam Syama'il karya At-Tirmidzi, terdapat tambahan, "Dan memerah susu kambingnya."
Sayyidah Aisyah juga berkata, "Rasulullah senantiasa melakukan pekerjaan rumah tangga (membantu urusan rumah tangga). Apabila waktu shalat tiba, beliau pun keluar untuk shalat," ungkapnya dalam sebuah riwayat. Secara tak langsung, Rasulullah SAW menunjukkan sikap tawadhu (rendah hati) di hadapan istrinya. Beliau tidak merasa bahwa dirinya lebih tinggi dibanding sang istri dalam hal pekerjaan rumah tangga. Ini merupakan sebuah cerminan dalam biduk rumah tangga bahwa sebaiknya pekerjaan rumah itu menjadi tanggung jawab kedua belah pihak. Bukan hanya dibebankan kepada istri saja.
Sikap Perhatian yang Mendalam
Rasulullah juga dikenal sangat perhatian terhadap kondisi istrinya, bahkan dalam hal-hal paling kecil sekalipun. Sebagai contoh, Aisyah bercerita dalam sebuah riwayat, "Aku pernah tidur bersama Rasulullah Saw di atas satu tikar ketika aku sedang haid. Apabila darahku menetes di atas tikar itu, baginda mencucinya pada bahagian yang terkena titisan darah dan baginda tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau sembahyang di tempat itu pula, lalu baginda berbaring kembali disisiku. Apabila darahku menitis lagi di atas tikar itu, baginda mencuci pada bahagian yang terkena titisan darah itu saja dan tidak berpindah dari tempat itu, kemudian bagindapun sembahyang di atas tikar itu," ujarnya dalam hadits riwayat Nasai. Betapa besar perhatian Rasulullah terhadap istrinya, bahkan dalam kondisi yang paling sederhana sekalipun.
Dalam kisah yang lain, dari Anas bin Malik menceritakan tentang salah satu istri Nabi SAW, yaitu Shafiah binti Huyai bin Akhtab. "Aku melihat Rasulullah menyiapkan kelambu di atas unta untuk Shafiah, lalu beliau duduk dekat unta dan meletakkan lututnya, sehingga Shafiah bisa menginjakkan kakinya di lutut beliau untuk naik ke atas unta." Peristiwa sederhana tersebut bisa menjadi pengingat bahwa seorang suami hendaknya juga dapat memberi perhatian kepada istri dengan sebaik-baiknya, entah dengan cara memijat kaki istrinya setelah seharian beraktivitas, membawakan barang belanjaan, ataupun sekedar membukakan pintu mobil.
Berusaha untuk Tidak Menyakiti Istri
Salah satu karakter Rasulullah yang paling menonjol dalam rumah tangga adalah beliau tidak pernah memukul atau menyakiti istrinya. Sayyidah Aisyah dengan tegas menyatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah memukul atau memperlakukan istrinya dengan kasar, meskipun terkadang ada pertengkaran atau perbedaan pendapat. Suatu kali, Aisyah menceritakan bahwa ia sempat berbicara dengan nada tinggi kepada Rasulullah. Ketika itu, ayah Aisyah, yaitu Abu Bakar as-Siddiq yang mendengar hal tersebut, merasa tidak rela jika Nabi diperlakukan demikian, bahkan beliau ingin memukul Aisyah. Namun, Rasulullah segera mencegahnya dan berkata dengan lembut bahwa tidak ada alasan untuk melakukan kekerasan. Aisyah juga bersaksi bahwa Rasulullah selalu menjadi pelipur lara kala istrinya menangis akan suatu hal.
Mampu Menyelesaikan Permasalahan dengan Kepala Dingin
Setiap makhluk yang berpasang-pasangan pasti pernah mengalami perselisihan dalam rumah tangganya. Rasulullah SAW pun demikian, namun beliau mampu menghadapi segala permasalahan dalam biduk rumah tangganya dengan sikap yang tenang. Seperti ketika Aisyah RA yang merasa cemburu dengan istri Nabi SAW lain yang lebih menawan. Anas bin Malik menceritakan bahwa suatu ketika, seorang istri Nabi SAW membawa nampan berisi makanan untuk dijamu kepada Rasulullah. Hal ini tentu saja wajar bagi seorang istri, namun Aisyah merasa cemburu dan dengan marah memukul nampan tersebut, menyebabkan piring jatuh dan makanan berhamburan.
Alih-alih marah, Rasulullah SAW malah mengumpulkan pecahan piring tersebut dan makanan yang jatuh sambil berkata kepada para tamu yang menyaksikan kejadian itu, "Ibu kalian sedang cemburu, biasalah!" Ungkapan tersebut seketika langsung meredakan suasana dan menenangkan semua yang hadir. Dikisahkan juga bahwa suatu ketika Rasulullah marah kepada Aisyah karena satu dua hal. Kemudian, beliau meminta Aisyah untuk menutup mata dan mendekat. Aisyah pun merasa cemas, mengira bahwa ia akan dimarahi lebih lanjut. Namun, apa yang ia khawatirkan ternyata tidak terjadi. Rasulullah justru berkata, "Khumaira-ku (panggilan sayang Rasulullah untuk Aisyah) telah pergi rasa marahku setelah memelukmu."
Dari kejadian tersebut, kita dapat mengambil hikmah tentang bagaimana cara Rasulullah SAW dalam menghadapi konflik rumah tangganya. Beliau selalu berusaha bersikap lembut dan berbicara dengan kata-kata yang baik meskipun dalam keadaan marah. Tidak pernah sekalipun beliau bersikap kasar, memaki, apalagi memukul. Jika terjadi pertengkaran, beliau lebih memilih untuk mengalah demi menghentikan perselisihan dan menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. Semoga kita semua dapat meneladani sikap Rasulullah ketika menjalani kehidupan rumah tangga.