Blog / Relationship Tips / Makna Bibit, Bebet, dan Bobot Menurut Filosofi Jawa dalam Mencari Jodoh

Makna Bibit, Bebet, dan Bobot Menurut Filosofi Jawa dalam Mencari Jodoh

Warna:
Tambahkan ke Board
makna-bibit-bebet-dan-bobot-menurut-filosofi-jawa-dalam-mencari-jodoh-1

Photography: Imagenic Photo & Video

Setiap orang pasti memiliki kriteria pasangan yang menurutnya ideal mendampingi selamanya. Pada masyarakat Jawa, proses mencari pasangan hidup tidak hanya berdasarkan kecocokan pribadi tapi juga harus memenuhi standar ideal yang telah disepakati. Standar ideal ini bahkan bisa dibilang meresap menjadi nilai budaya yang diturunkan kepada generasi berikutnya.

Standar ideal itu adalah bibit, bebet dan bobot. Pada zaman dulu, standar ideal ini dipegang kukuh oleh para orang tua. Bahkan tidak sedikit pasangan yang kemudian gagal menikah karena tidak "lulus" standar bibit, bebet dan bobot ini. Masihkah standar ini relevan di era modern seperti sekarang?

Makna Bibit, Bebet, dan Bobot

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita pahami dulu apakah yang dimaksud dengan bibit, bebet, dan bobot dalam budaya Jawa.

  • Bibit adalah asal usul atau garis keturunan. Mengapa asal usul atau garis keturunan menjadi penting? Dengan mengetahui asal usul keluarga maka diharapkan Anda bisa memiliki gambaran bagaimana pasangan dididik. Jadi kriteria bibit tidak fokus pada apakah pasangan berdarah biru atau tidak, melainkan lebih kepada mengenali karakter serta watak pasangan melalui latar belakang keluarganya.
  • Bobot adalah kualitas diri. Adapun elemen dari kualitas diri ini termasuk pendidikan, pekerjaan, keimanan, kecakapan hingga perilaku pasangan. Secara sederhananya bobot adalah tentang kualitas diri seseorang secara lahir maupun batin. Biasanya kriteria ini yang pertama kali dicari tahu oleh orang tua ketika mengetahui anaknya tengah menjalin hubungan dengan seseorang.
  • Bebet adalah penampilan diri. Secara harfiah, bebet berasal dari kata bebedan atau cara berpakaian. Mengapa ini penting? Pada zaman dulu, cara berpakaian adalah penggambaran dari status sosial seseorang di tengah masyarakat. Jadi, apa yang dipakai akan menunjukkan kelas sosial dari orang tersebut. Yang menarik dari bebet adalah merupakan kriteria terakhir sehingga dianggap bukan hal penting.

Adapun ketiga standar ini sebenarnya acuan para orang tua untuk memastikan anak-anaknya menemukan pasangan hidup yang terbaik. Harapannya anak-anaknya bisa membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

Makna Bibit, Bebet, dan Bobot Menurut Filosofi Jawa dalam Mencari Jodoh Image 1
Fotografi oleh: Imagenic

Lantas, apakah "seleksi" pasangan berdasarkan tiga kriteria tersebut masih relevan di era modern seperti sekarang? Ketika banyak anak muda yang percaya bahwa melihat kualitas seseorang tidak bisa sekadar dari penampilan luarnya saja atau dari status mapan atau tidak keluarganya.

Sebenarnya bibit, bebet, dan bobot adalah cara orang tua pada zaman dulu untuk mengingatkan anak-anaknya agar tidak memilih pasangan hidup hanya berdasarkan cinta. Mengetahui latar belakang keluarga dari pasangan kita akan memberi gambaran bagaimana pola pikirnya terbentuk serta bagaimana ia berinteraksi dengan keluarganya. Lalu, kualitas pendidikan dan pekerjaan juga akan membantu Anda memproyeksikan model relasi serta keluarga yang akan dibangun nantinya.

Pada akhirnya, filosofi masyarakat Jawa ini dalam menentukan kriteria pasangan yang ideal merupakan cara untuk mengingatkan Anda agar menyeimbangkan cinta dengan logika. Karena pernikahan adalah jalinan hubungan yang diimpikan terjalin selamanya sampai maut memisahkan, maka kenali juga elemen-elemen yang membentuk pasangan Anda. Sehingga pernikahan yang dijalani merupakan interaksi yang menciptakan kesempatan untuk bertumbuh menjadi individu yang lebih baik secara bersama-sama.

Vendor yang mungkin anda suka

Instagram Bridestory

Ikuti akun Instagram @thebridestory untuk beragam inspirasi pernikahan

Kunjungi Sekarang
Kunjungi Sekarang