Berawal dari sosial media, Exa dan Fian saling mengikuti di Instagram. Exa yang sudah berprofesi sebagai atlet sepeda gunung downhill selama 13 tahun, sibuk dengan kepentingan bersepeda sehingga tidak menemukan waktu yang pas untuk bertemu dengan Fian. Namun, pada suatu hari di sebuah pusat perbelanjaan di Yogyakarta, tak sengaja mereka bertemu. Awalnya mereka hanya jalan-jalan sendiri, tetapi setelah pertemuan tersebut mereka memutuskan untuk makan bersama. "Itu pertama kalinya kita benar-benar 'ngeh' satu sama lain dan kebetulan langsung nyambung, setelah itu kita intens berkomunikasi dan kurang dari sebulan kita pacaran," kenang Exa. Pasangan ini mempunyai kegemaran yang sama, yaitu menyukai kegiatan outdoor dan kuliner. Di samping itu, Exa juga menjalani bisnis wedding shop yang sudah berjalan selama delapan tahun, sementara Fian berprofesi sebagai desainer interior dan memiliki bisnis furnitur di Jepara.
Menjalani hubungan selama hampir dua tahun berpacaran adalah waktu yang cukup bagi Fian dan Exa untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius dan merencanakan pernikahan. Pasangan yang sama-sama tumbuh dalam budaya Jawa ini, mengangkat kebudayaan Jawa sebagai konsep prewedding mereka. Prewedding yang mengedepankan ekspresi kasih, setia, dan budaya ini berhasil mereka wujudkan bersama dengan tim Cerita Tentang Senja. "Agak ribet, tapi seru karena ingin beda dari tema Jawa pada umumnya," ujar Exa. Seluruh pakaian dan atribut yang Exa gunakan adalah rancangannya sendiri bersama dengan pengrajin lokal, mulai dari kebaya, beskap, perhiasan, sampai dengan selop yang dipakai. Kebaya putih dengan motif polkadot terinspirasi dari zaman kolonial, yaitu dari sosok Gusti Nurul pada tahun 1930. Salah satu foto yang sangat kental dengan unsur sejarah budaya Jawa adalah pada saat Exa membawa kunci gombyok. Diangkat dari sejarah Kerajaan Mataram Islam, tanda kekuasaan seorang ratu ada pada kunci gombyok yang dipegangnya. Rentetan kunci itu merupakan kunci dari seluruh ruangan pusaka kerajaan.
Exa dan Fian memilih tiga lokasi pemotretan, yaitu Waduk Sermo, Gumuk Pasir Parangtritis, dan Pantai Pelangi. Waduk Sermo dipilih mereka karena terinspirasi dari salah satu film dan tempatnya yang luas sehingga mereka membawa kuda sebagai pelengkap foto. Pemotretan bersama dengan kuda merupakan pengalaman baru bagi Cerita Tentang Senja. "Ternyata sangat tidak mudah untuk mengarahkan dua kuda dalam sesi pemotretan. Kami harus menunggu "mood" kuda tersebut baik, baru dapat memulai dan melanjutkan sesi foto," ujar perwakilan Cerita Tentang Senja. Gumuk Pasir juga merupakan lokasi yang yang tidak kalah menantangnya. Mereka harus menghadapi angin yang sangat kencang dan sangat membutuhkan kerja sama yang baik dalam menjalani sesi pemotretan ini. "Ketika angin berhembus kencang di Gumuk Pasir, dibutuhkan empat orang untuk memastikan backdrop tidak jatuh. Tapi, semua usaha ini terbayarkan dengan baik," cerita Exa. Sesi pemotretan ditutup di salah satu lokasi dengan langit senja terbaik, Pantai Pelangi, sambil memainkan tokoh wayang Rama dan Shinta.
"Kalau kalian ingin puas dengan hasil foto prewedding-nya, kalian harus memilih fotografer yang komunikatif, jadi kita bisa menemukan konsep yang pas. Penting juga untuk fotografer dapat membangun mood di lapangan karena rasa lelah pasti ada ketika seharian menjalani pemotretan," saran Exa yang sudah mendapatkan pengalaman bahagia bersama pasangannya, serta tim Cerita Tentang Senja. Terinspirasi dengan album prewedding ini? Simpan di papan inspirasi dan temukan vendor untuk prewedding Anda di tautan ini!