Taukah Anda jika alasan ekonomi menjadi penyebab perceraian terbanyak di urutan kedua di Indonesia*? Tidak bisa disangkal lagi jika urusan finansial sangat krusial dalam rumah tangga. Perencana keuangan independen, Debby Prazna Okky, S.Mn., RFA, memberikan persetujuannya tentang hal ini. Berdasarkan pengalamannya, ketidakjujuran soal keuangan di awal berumah tangga bisa memicu percekcokan suami-istri. "Setiap orang perlu tahu gaji dan pendapatan, serta utang yang dimiliki pasangannya," sarannya. Informasi soal gaji dan pendapatan diperlukan agar bisa menghitung perencanaan, sedangkan utang pribadi sebelum pernikahan, misalnya tagihan kartu kredit, juga perlu diketahui karena akan mempengaruhi arus pengeluaran.
Debby juga menyarankan untuk tidak meneruskan kebiasaan keuangan saat lajang ke dalam kehidupan pernikahan. Dalam berumah tangga, ada lebih dari satu individu yang pastinya memiliki kecenderungan berbeda. Selain itu, kebutuhan setelah menikah pasti sudah berbeda ketika masih lajang. Kebutuhan keluarga lebih banyak berupa aset yang akan menjadi milik dan dipakai bersama, misalnya rumah dan kebutuhan untuk anak.
Dalam mengatur keuangan rumah tangga, pasangan baru bisa menerapkan dua strategi yang disarankan oleh Debby:
1.Membagi dalam beberapa pos pengeluaran
Pos-pos pengeluaran ini sudah ditentukan dari sejak awal dan diaplikasikan setiap bulan. Jenis pos tergantung kebutuhan setiap pasangan. Misalnya, pengeluaran bulanan dibagi ke dalam pos cicilan (30%), pos pengeluaran pribadi (20%), dan pos investasi/tabungan (10%). Pasangan perlu memiliki catatan yang merekam semua pos pengeluaran untuk mencegah pengeluaran impulsif.
2.Membagi pengeluaran tiap minggu
Pendapatan pasangan setiap bulan langsung dibagi untuk pengeluaran setiap minggu. Pembagian ini harus dilakukan setelah menyisihkan beberapa persen untuk kebutuhan penting lainnya, seperti tabungan dan dana darurat. Misalnya, dengan gaji Rp 10,000,000 disisihkan 10% langsung untuk investasi. Kemudian, sisa Rp 9.000.000 dibagi untuk pengeluaran empat minggu (dalam satu bulan) sehingga setiap minggu pasangan ini memiliki dana pengeluaran Rp 2.250.000 untuk keperluan sehari-hari.
Debby sangat menyarankan agar pasangan memiliki akun tabungan bersama sejak di awal pernikahan. Hal ini sangat penting untuk menyusun pengeluaran bulanan, seperti biaya listrik, langganan air bersih, dan belanja bulanan. "Saya juga merekomendasikan untuk memiliki rekening bersama khusus investasi dan tabungan agar tujuan keuangan yang sudah direncanakan bisa tercapai," tambahnya.
Walaupun menjalanakan rumah tangga dilakukan bersama-sama, Debby menghimbau agar salah satu pasangan ditunjuk sebagai manajer keuangan. Manajer keuangan akan mengatur pengeluaran rumah tangga dan investasi, sedangkan pasangannya membantu mendistribusikan pengeluaran berdasarkan perincian yang telah dibuat oleh pasangannya selaku manajer.
Agar pengaturan keuangan berjalan lancar, Debby membagi beberapa tips yang perlu diterapkan oleh para pengantin baru.
Komunikasi dan keterbukaan
Pasangan harus jujur dan terbuka soal keuangan sedari awal sehingga tidak muncul masalah yang tak terduga ke depannya. Sebaiknya masing-masing suami dan istri menyisihkan waktu sejenak dalam satu hari untuk duduk bersama membicarakan perencanaan keuangan rumah tangga.
Menghindari utang konsumtif
Utang konsumtif lazim terjadi ketika masih lajang, misalnya cicilan telepon seluler atau pengeluaran liburan. Namun, ketika menikah, sebaiknya kurangi utang konsumtif dan beralih ke utang produktif, seperti cicilan rumah (KPR) atau mobil.
Siapkan dana darurat
Dana ini dibutuhkan dalam keadaan mendesak, misalnya kecelakaan atau sakit. Debby menyarankan, bagi pasangan baru, baiknya mempersiapkan dana darurat dalam setahun sebanyak enam kali pengeluaran per bulan. Bentuknya harus likuid, artinya bisa dicairkan secara cepat. Oleh karena itu, dana darurat idealnya disimpan di dalam tabungan. Jika dana darurat yang disisihkan jumlahnya cukup besar, bisa dibagi-bagi ke dalam bentuk deposito atau logam mulia.
*) Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, 2017.