Rifqi dan Intan adalah pasangan yang ceria dan santai. Keduanya tak dapat berhenti bercanda tawa setiap bertemu, hingga keberadaan mereka digemari banyak orang. Rifqi, yang berdarah Jawa pertama kali bertemu dengan Intan ketika keduanya tinggal di Medan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan serta bekerja. Kedua calon mempelai ini sudah mengetahui dan menyukai foto-foto karya Fatahillah Ginting Photography dari Instagram serta mendapat rekomendasi kerabat-kerabat yang pernah menjadi klien Fatahillah Ginting Photography.
Awalnya, Rifqi dan Intan ragu dalam memilih fotografer yang tepat karena lokasi pernikahan yang bertempat di luar kota serta rangkaian acara yang panjang. Namun, mereka ingin setiap momen sakral untuk diabadikan seindah mungkin hingga bisa menjadi kenangan untuk seluruh keluarga nantinya. Maka dari itu, segenap keluarga Rifqi dan Intan pun sepakat untuk memilih fotografer yang terbaik, yaitu Fatahillah Ginting Photography.
Sejak dulu, Intan selalu mengidamkan pernikahan dengan konsep tradisional. Walaupun calon pengantin ini menuntut ilmu di luar kota, ia dan orang tua menginginkan seluruh rangkaian acara pernikahan mulai dari lamaran untuk dilakukan di rumah keluarga di mana Intan lahir. "Selain sangat menyukai ornamen dan detailnya, Intan sudah sangat familiar dengan rangkaian acara tradisional karena banyak mengikuti acara keluarga sejak dibesarkan," jelas representatif dari Fatahillah Ginting Photography. Bahkan, sebagai rasa hormat dan cinta pada tradisi suku Alas, seluruh pakaian beserta aksesori yang dikenakan oleh Intan dan Rifqi merupakan produksi baru.
Semua pola pakaian, detail panggung, dan properti pernikahan tradisional ini dapat dikategorikan dalam tema adat mesikhat. Nuansa warna dari baju adat serta pelaminan mesikhat adalah merah, kuning, dan hijau. Pihak dari Fatahillah Ginting Photography sangat kagum akan warna dan corak dari keseluruhan properti adat suku Alas ini karena sangat vibran dan meriah. Perpaduannya yang berani mengingatkan kita akan keberanian para leluhur dalam membuat konsep pernikahan seperti demikian. Atribut baju mesikhat, antara lain adalah bogok atau yaitu kalung besar kedua mempelai yang dibuat oleh kuningan yang dicelupkan emas, songket Alas sebagai kain mempelai pria, serta bulang bulu atau penutup kepala mempelai pria yang menyerupai turban. Kemudian, ada juga iyokh yang merupakan gelang yang dipakai di lengan kanan dan kiri pengantin wanita, tondan atau kain yang dilapiskan di bagian bawah baju mesikhat wanita, dan yang paling menonjol adalah bunga sumbu, yaitu pompom berwarna-warni di kepala pengantin wanita dan sahabat mempelai wanita.
Acara pernikahan adat tradisional suku Alas dimulai dengan malam jagai. Makna dari acara ini adalah menjaga calon pengantin wanita hingga pagi tiba oleh para sahabat yang juga disebut pengembakh. Malam jagai dimulai dengan prosesi pangekhi dimana Intan ditaburi beras untuk melambangkan hati dan pikiran yang bersih, kemudian disirami oleh air campuran jeruk purut yang melambangkan ketenangan hati ketika kondisi rumah tangga menantang. Selanjutnya, Intan izin berpamitan kepada orang tua dan keluarga, diiringi alat musik tradisional canang serta alunan tangis dilo, yaitu nyanyian bernada tangisan yang dibawakan para tetua perempuan.
Keesokan harinya terdapat acara akad yang diadakan seperti acara akad pada umumnya, dengan ijab kabul dan sungkeman. Kemudian, prosesi pangekhi dilakukan kembali, namun dengan kehadiran Rifqi yang kini sudah sah menjadi suami Intan. Keduanya lalu dipasangi inai untuk menandakan bahwa mereka sudah menjadi pasangan suami-istri. Resepsi nasional diadakan di hari berikutnya dengan hidangan tradisional lezat khas suku Alas. Pada umumnya, acara pernikahan selesai ketika acara resepsi selesai. Namun, di pernikahan adat Alas, terdapat satu prosesi lagi setelah resepsi, yaitu prosesi pemamanan.
Pada prosesi ini, kedua mempelai dan para sahabat mengenakan atribut lengkap pakaian mesikhat dan dinaikkan ke atas kuda. Seluruh iringan berangkat dari kediaman wali mempelai wanita menuju rumah orang tua mempelai wanita. Perjalanan tersebut diiringi dengan tangis dilo serta alat musik canang seperti pada prosesi pangekhi. Kedua mempelai dipayungi oleh payung khas Alas sebagai penanda raja dan ratu sehari. Sesampainya di kediaman orang tua mempelai wanita, rombongan tersebut disambut dengan seluruh keluarga dekat dan tetua adat untuk diberikan nasehat pernikahan. Acara ini akhirnya ditutup dengan menikmati makan malam yang juga khas suku Alas.