Photography: Touché
Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan budaya. Di Sumatera sendiri, kebudayaan menjadi hal yang paling menonjol di setiap daerahnya. Kali ini, kami akan membahas mengenai jenis dan makna hiasan kepala atau mahkota khas pengantin Sumatera. Mahkota di setiap daerahnya memiliki makna tersendiri. Walaupun tidak ringan untuk dikenakan , mahkota yang berasal dari berbagai kebudayaan ini menjadi salah satu atribut penting yang wajib dikenakan oleh mempelai baik perempuan maupun laki-laki. Simak penjelasan jenis dan makna mahkota pengantin-pengantin yang berasal dari Pulau Sumatera.
1. Sumatera Selatan
Bagi pengantin yang menggunakan adat Palembang, terdapat dua pakaian yang biasa dikenakan, yaitu aesan gede dan aesan paksangko. Mahkota aesan gede sendiri dinamakan karsuhun. Busana aesan gede beserta mahkotanya melambangkan keagungan Kerajaan Sriwijaya. Ciri-ciri dari mahkota ini adalah sumping berbentuk bola warna-warni dan bunga melati yang menjuntai hingga ke bahu. Bungo rampai, yang merupakan salah satu bagian hiasan dari karsuhun, berbentuk menyerupai bunga cempaka beserta tangkainya. Bungo rampai memberi makna nilai religius, yang artinya manusia harus menutup auratnya dari lawan jenis yang bukan muhrimnya, sedangkan aesan paksangko dikenakan dengan baju kurung warna merah.
2. Sumatera Utara
Batak Mandailing
Pernikahan adat Mandailing dari Sumatera Utara memiliki sebuah mahkota bernama bulang. Dulu, berat mahkota ini bisa mencapai hingga 8 kg. Namun, seiring perkembangan zaman, berat mahkota bulang bisa diperkecil menjadi 7 ons saja dengan material dari sepuhan emas. Beratnya mahkota bulang menandakan kesiapan sang mempelai perempuan dalam mengemban tugas kehidupan berumah tangga dan tanggung jawab sebagai seorang istri. Bulang tradisional sendiri dibuat dari emas murni yang memiliki jumlah ganjil dan lapisan emasnya tergantung pada strata sosial mempelai perempuan.
Batak Karo
Mahkota atau tudung kepala yang dikenakan pada pengantin adat Batak Karo terbuat dari ulos atau disebut dengan uis jujung-jujungan yang melambangkan gotong royong serta kekeluargaan. Hiasan yang menyerupai daun takis pada bagian depan disebut dengan sertali layang-layang yang menyimbolkan kuatnya ikatan kekeluargaan.
Pakpak
Suku Pakpak memiliki penutup kepala yang bernama saong. Mahkota ini memiliki bentuk yang mengerucut pada bagian belakang dengan rambu yang mengurai di dahi. Warna merah pada ornamennya melambangkan kekuatan dalam pekerjaan dan kehidupan, sedangkan warna hitam memberi makna kegagahan dan kebijakan, serta warna kuning keemasan yang menyimbolkan kekayaan Suku Pakpak dari hasil pertanian dan peternakan.
3. Sumatera Barat
Padang Pesisir
Ciri khas hiasan kepala dari Padang Pesisir di Sumatera Barat adalah mahkotanya yang disebut dengan suntiang. Dulu, suntiang memiliki 13 tingkatan. Namun, seiring perkembangan zaman, pengantin modern kebanyakan memakai 9 sampai 11 tingkatan yang beratnya hampir mencapai 1 sampai 5 kg. Jumlah yang ganjil sesuai dengan ketentuan asli dari tanah pesisir..
Mahkota ini memiliki beberapa lapisan. Suntiang ketek merupakan lapisan pertama yang menyimbolkan sopan santun dan budi pekerti. Lalu, untaian bunga melati yang menyertainya melambangkan kedamaian. Kemudian, mansi-mansi ditambahkan pada tingkatan selanjutnya. Mansi-mansi ini terdiri dari sarai sarumpun dan beberapa tingkat suntiang gadang yang berjumlah ganjil, serta bermakna kebijaksanaan dan kedewasaan. Di bagian paling atas terdapat susunan deretan kembang goyang, sedangkan hiasan pada bagian kiri dan kanan disebut dengan kote-kote.
Koto Gadang
Pengantin Minang dengan baju adat Koto Gadang menggunakan penutup kepala yang disebut tengkuluk talakuang. Berbentuk kerudung, tengkuluk talakuang biasanya terbuat dari kain beludru bersulam emas yang aslinya merupakan pengaruh dari Gujarat. Selain Koto Gadang, pengantin dari Solok juga mengenakan tengkuluk yang disebut dengan tengkulung tanduak. Perbedaannya adalah tengkuluk dari kain songket ini dijadikan sebagai mahkota yang dibentuk menyerupai tanduk.
Baca lebih detail tentang pakaian dan atribut pengantin Minang di artikel ini.
4. Aceh
Patam dhoe merupakan mahkota untuk mempelai perempuan yang memiliki ukiran berupa daun sulur pada bagian tengah mahkota. Patam dhoe terbuat dari emas, serta memiliki motif bunga-bunga dan bulatan yang disebut dengan boengong. Corak ini menandakan bahwa sang mempelai perempuan telah menjadi tanggung jawab suami sepenuhnya dan resmi menyandang status sebagai seorang istri. Patam Dhoe biasanya dikenakan pada bagian dahi mempelai perempuan.
Mahkota untuk mempelai laki-laki disebut dengan meukotop yang memiliki bentuk lonjong ke atas. Meukotop didominasi oleh warna merah, kuning, hijau, hitam, dan putih. Warna merah menandakan kepahlawanan, kuning menyimbolkan kerajaan atau negara, hijau berarti agama, warna hitam ketetapan hati atau ketegasan, dan warna putih mengartikan kesucian. Bagian-bagian dari meukotop juga memiliki makna tersendiri. Bagian yang pertama melambangkan hukum, bagian kedua bermakna adat, bagian ketiga artinya peraturan, dan pada bagian keempat memiliki makna reusam atau acuan hukum.
5. Kepulauan Riau
Kepulauan Riau memiliki adat yang masih kental dengan sentuhan Melayu karena daerahnya yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Sanggul dari mempelai perempuan dinamakan sanggul lintang yang dipasang tepat pada bagian ubun-ubun. Kembang goyang, jurai, dan kote-kote akan disematkan pada sanggul ini. Gandik merupakan ikat kepala yang menyerupai mahkota dan digunakan oleh mempelai perempuan. Gandik memiliki filosofi makna, yaitu ketenangan pikiran dan juga hati. Untuk mempelai laki-laki, dipakailah destar yang merupakan hiasan kepala berbentuk mahkota.
6. Lampung
Siger merupakan mahkota dari Provinsi Lampung. Ujung mahkotanya yang berbentuk runcing melambangkan aliran sungai yang ada di Lampung. Berat mahkota ini bisa mencapai empat kilogram. Bunga logam dan melati yang menjuntai menyimbolkan kesucian dari mempelai wanita. Siger sendiri telah menjadi simbol kebudayaan untuk daerah Lampung. Sementara itu, Suku Pepadun yang merupakan suku dari daerah ini memiliki ciri khas busana berwarna putih dan emas. Mempelai wanitanya mengenakan siger dan seraja bulan yang menyimbolkan keagungan.