Kadek Arini dan Agastyasana sebenarnya sudah menjadi teman sekelas di sekolah Minggu di pura mereka selama sebelas tahun lamanya. Mereka pertama kali bertemu di kelas pada usia tujuh tahun, dan terus menjadi teman sekelas sampai mereka berusia 18 tahun. Selama itu, mereka nyaris tidak berbicara dengan satu sama lain. Setelah Kadek Arini lulus dari SMA, ia merantau ke Yogyakarta untuk kuliah. Dia dan Agastyasana pun menjalani hidup mereka masing-masing selama bertahun-tahun, tidak pernah memikirkan satu sama lain atau memikirkan peluang untuk saling bertemu lagi. Namun, takdir punya rencana berbeda. Keduanya secara tidak sengaja dipertemukan kembali pada tahun 2017 dan seketika mereka jatuh cinta. Dua tahun setelah itu, Kadek Arini dan Agastyasana memutuskan bahwa mereka ingin tetap berada di sisi satu sama lain selamanya.
Kadek Arini kemudian menceritakan mengapa ia yakin bahwa Agastyasana adalah suami yang tepat untuknya. Tampaknya, salah satu sifat yang sangat disukai Kadek adalah bahwa Agastyasana mempunyai selera seni yang menakjubkan. "Saya terkesan pada awalnya. Selera seni merupakan faktor penting bagi saya karena saya juga bekerja di industri kreatif," kata Kadek Arini. Dia juga memberi tahu kami bahwa karakternya menyerupai api, sedangkan Agastyasana seperti air. Agas selalu bisa menenangkannya ketika dia merasa berapi-api secara negatif. Namun, mereka berdua sama-sama optimis dan selalu mau belajar bagaimana menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.
Konsep album prewedding Kadek Arini dan Agastyasana memiliki makna yang dalam, dibentuk oleh asal-usul hubungan romantis mereka. "Konsepnya adalah cerita tentang bagaimana waktu memiliki peran penting dalam hubungan kita. Kita bertemu dalam anomali. Kita telah berteman lama dan menghilang dari kehidupan satu sama lain, sampai kemudian kita dipersatukan kembali oleh waktu. Jodoh yang ditakdirkan untuk kita begitu dekat, namun penampilan mereka belum jelas. Hanya waktu yang bisa memperjelas dan menyempurnakan segalanya. Kita adalah pasangan hidup yang disempurnakan oleh waktu, " jelas Kadek Arini.
Kedua sejoli ini memilih Tutde, seorang teman dan sesama fotografer, untuk mengambil foto prewedding mereka. Kadek Arini sejak lama memang menginginkan Tutde untuk menjadi fotografer album prewedding-nya. Calon mempelai itu tahu bahwa ia dapat mengkomunikasikan konsep album prewedding-nya kepada Tutde untuk kemudian dikembangkan menjadi foto-foto yang unik. Kedua insan kreatif ini menggunakan kaca buram yang dibuat khusus untuk menjadi properti pemotretan. Kaca buram ini mendukung konsep mereka karena mengaburkan penampilan mereka di foto yang merupakan konsep situasi mereka sebelum waktu menyatukan keduanya kembali.
Kadek Arini dan Agastyasana melakukan pemotretan di dua lokasi berbeda. Yang pertama bertempat di Desa Tenganan, Karangasem, yang merupakan desa tertua di Bali. Mereka memilih lokasi ini untuk pemotretan konsep tradisional Bali karena keduanya ingin memberikan penghormatan kepada leluhur mereka. Lokasi kedua bertempat di Pantai Pasut, Krambitan. Pantai ini memiliki pasir hitam yang memberikan suasana sempurna untuk konsep mereka. "Bagi kami, foto prewedding bukan hanya tentang serba cantik atau mahal. Kami ingin ada cerita di baliknya, pesan yang ingin disampaikan. Album ini bercerita tentang perjalanan cinta kami yang tidak hanya tentang jatuh cinta, tetapi juga tentang perasaan ragu, takut, harapan, serta doa," jelas Kadek Arini.
Menurut keduanya, album prewedding akan lebih bermakna jika menangkap kisah cinta pasangan tersebut. Itulah sebabnya mereka menyarankan semua pasangan yang akan melakukan pemotretan pra-pernikahan untuk memilih fotografer yang ingin mendengarkan cerita cinta mereka, yang ingin mendiskusikannya sehingga hasilnya dapat menjadi kreasi bersama yang tak lekang oleh waktu.