Sakral dan kultural adalah dua kata yang menggambarkan suasana pernikahan Tunku Atiah dan Muhammad Zaini (Zizi). Atiah merupakan anak dari GRAy Retno Astrini, yang adalah putri KGPAA Mangkunegara VIII, dengan KPH Tunku Abu Bakar Duta Hadiningrat (Johor Baru). Walaupun kental dengan adat Jawa Solo yang kental, Atiah menggandeng desainer muda Didiet Maulana untuk membuat kebaya pernikahannya.
Setelah melakukan riset mendalam tentang adat busana Trah Mangkunegaran, Didiet terinspirasi dari kebaya panjang yang biasa dikenakan putri keraton. Menggunakan brokat Prancis sebagai bahan utama, model kerah mencerminkan kebaya kutu baru dengan panel di tengah. "Warna-warna manik kristal, di antaranya emas, tembaga, dan hijau zaitun, saya ambil dari elemen-elemen yang ada di Pendopo Ageng, tempat di mana syukuran pernikahannya berlangsung," cerita sang perancang busana. Kain yang diaplikasikan adalah kain cinde sutra, seperti yang ibunya pakai ketika menikah, dengan teknik pemakaian sampir ke bawah.
Untuk mempelai laki-laki, sang desainer mengaplikasikan model beskap langenarjan yang juga terinspirasi dari busana ketika ayah Atiah menikah. Zizi mengombinasikannya dengan kain batik tulis sogan bermotif Candi Luhur.
Sang mempelai perempuan yang telah bersiap sejak pukul dua siang kemudian melanjutkan proses riasan di Keraton Mangkunegaran. Di dalam ruang rias, semua aksesoris turun menurun dari keluarga Keraton Mangkunegaran, mulai dari batik hingga persiapan, sudah disiapkan untuk segera dikenakan oleh pengantin. Sebelum mengenakan atribut pernikahan, Atiah dan Zizi menjalankan beberapa ritual yang sudah diistiadatkan.
Setelah itu, kedua mempelai menuju Bangsal Prangwedanan di sebelah timur Keraton untuk bersiap-siap kirab dengan kereta kencana. Ketika tiba di Pendopo Agung Mangkunegaran, denting-denting gamelan yang dimainkan oleh para abdi dalem Langenpraja menyambut syahdu. Suguhan makan malam semakin terasa spesial dengan persembahan Tari Bedhaya Bedhah Madiun, yang merupakan tarian klasik ciptaan KGPAA Mangkunegara IV, serta Tari Merak Subal. Di penghujung acara, para tamu dimanjakan dengan sajian hidangan pencuci mulut khas Jawa. Orkes keroncong dengan lantunan lagu-lagu nostalgia mengundang para hadirin untuk bernyanyi dan berdansa bersama.
Mendapat kesempatan mengabadikan momen sakral penuh tradisi ini, Vega Pribumi dari Owlsome Projects merasa terhormat sekaligus terkejut karena sambutan keluarga keraton yang sangat hangat. "Di awal, saya mengira akan ada protokoler yang sangat ketat," aku Vega. "Ternyata mereka sangat ramah, bahkan mengajak kami berkeliling Keraton sehari sebelumnya, hingga ke ruangan-ruangan yang cukup privat. Kami pun tidak menemukan kesulitan sama sekali dalam pengambilan gambar."
