Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Photography: Wahyudi Tanudjaya
Pertemuan pertama pasangan ini terjadi saat Aar sedang mengunjungi kantor lamanya. "Fenly berjalan melewati saya di depan eskalator. Saya sempat menanyakannya kepada seorang teman, namun tidak ada kelanjutan," kenang Aar. Setahun kemudian, Aar menemukan blog Fenly tanpa sengaja. "Saya mengirimkan pesan kepadanya dan kami mulai sering mengobrol. Kami bertemu sehari sebelum ia pergi ke Singapura untuk urusan pekerjaan. Kebetulan, itu juga hari ulang tahun saya," ia melanjutkan.
Semuanya berjalan begitu cepat setelah hari itu. Bahkan, Aar langsung mengenalkan Fenly pada keluarganya pada pertemuan ketiga. "Saat kencan kelima, Aar mengaku ingin membangun masa depan bersama saya. Saya kaget sekali, karena ia bahkan tidak pernah meminta saya untuk menjadi pacarnya," ungkap Fenly. Walaupun terasa tidak biasa, hubungan itu pun bersemi dan perasaan mereka akan satu sama lain terus bertumbuh. Setelah berpacaran selama tujuh bulan, pada suatu hari keduanya pergi bertamasya ke Sentul. "Ia melamar saya saat makan malam di Royal Tulip Gunung Geulis Resort. Ia tidak membawa cincin saat itu, jadi saya belakangan memilih cincin sendiri. Bahagia sekali rasanya!" Fenly mengenang.
Seperti hubungan mereka yang unik, Fenly dan Aar menginginkan album pre-wedding dengan konsep yang tidak biasa. "Kami tidak menginginkan foto pre-wedding yang diambil di Eropa atau di tengah pemandangan dramatis lainnya," Fenly menjelaskan. Untungnya, mereka sudah memiliki tim yang dapat untuk membantu mereka. "Karena bekerja di perusahaan media lifestyle, kami sudah memiliki hubungan erat dengan fotografer serta stylist kami. Setelah berdiskusi selama satu bulan, akhirnya kami menghasilkan tiga konsep foto," tambahnya.
Konsep pertama bernuansa kontemporer dengan sentuhan etnik. "Setelah melihat koleksi kain tradisional dari seluruh pelosok Indonesia milik seorang teman, kami langsung jatuh cinta pada kain Hinggi dari Sumba," jelas Fenly. Foto berikutnya terinspirasi oleh karya fotografer favorit mereka. "Hasil foto Annie Leibovitz untuk majalah Vanity Fair selalu terkesan glamor namun tidak berlebihan," ia melanjutkan. Konsep terakhir adalah foto black-on-black yang klasik. "Kami ingin terlihat sederhana, namun elegan," Fenly berujar. Foto manakah yang menjadi favorit Anda? Ceritakan pada kolom komentar di bawah ini!