Setiap pasangan memiliki strateginya sendiri-sendiri untuk tetap mengharmoniskan pernikahan. Apa pun strateginya, tentu ada alasan di balik hal tersebut yang sebaiknya dihormati, termasuk alasan untuk menunda momongan.
Menunda tidak melulu negatif
Keputusan Anda dan pasangan untuk menunda anak adalah hal yang normal dan masuk akal jika didasari oleh alasan-alasan baik seperti ini:
- Hubungan jarak jauh
Tidak sedikit pasangan yang masih menjalankan hubungan jarak jauh ketika sudah menikah, entah karena lokasi pekerjaan atau masih berkuliah di kota yang berbeda. Memiliki anak, mulai dari proses kehamilan hingga membesarkannya, baiknya dikondisikan secara ideal. Karena fase-fase tersebut tidak mudah, suami dan istri sebaiknya sudah tinggal dalam satu atap agar bisa mempersiapkan dengan baik dan bisa saling mendukung. - Finansial
Adalah hal yang sangat logis jika alasan menunda anak didasarkan pada kemampuan finansial pasangan yang belum matang. Secara general, harga-harga kebutuhan di dunia akan terus naik, termasuk biaya untuk membesarkan anak, dari mulai biaya persalinan hingga biaya pendidikan. Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik mengungkapkan jika biaya pendidikan rata-rata naik 10% setiap tahun. - Waktu pacaran yang singkat
Pasangan yang memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan hanya hitungan bulan setelah berkenalan kerap mengungkapkan alasan ini. "Memindahkan" masa pacaran ke kehidupan setelah perkawinan bisa sekaligus menjadi momen untuk mempersiapkan pondasi keluarga secara kuat.
- Masih "menumpang" pada orang tua
Tinggal sejenak bersama orang tua atau mertua setelah hari pernikahan bukanlah sesuatu yang memalukan, namun beberapa pengantin tidak ingin menambah kerepotan orang lain (dalam hal ini orang tua) dengan memiliki anak ketika belum punya hunian sendiri. Perasaan masih "menumpang" ini bisa menjadi faktor yang membuat pasangan tidak terburu-buru untuk segera, memiliki keturunan. - Kesiapan mental
Setiap orang memiliki kesiapan mental yang berbeda-beda, apalagi orang tua yang baru menyambut kelahiran anak mereka dihantui kemungkinan menderita depresi. Baik sang ibu maupun sang ayah bisa menderita post-partum depression tersebut. Oleh karena itu, jika merasa belum siap mental, tidak ada salahnya untuk menunda momongan dulu. - Alasan medis
Ada beberapa penyakit yang membuat seorang perempuan harus menunda kehamilan terlebih dahulu, seperti kanker payudara, penyakit jantung, diabetes, epilepsi, hipertensi dan obesitas, serta tuberkulosis. Berkonsultasi dengan dokter adalah keputusan yang tepat untuk mengantisipasi efek penyakit yang diderita sebelum kehamilan.
Keputusan yang berimbas luas
Saat ini keputusan pengantin baru untuk menunda keturunan bukanlah menjadi hal yang tabu lagi. Semakin banyak pasangan yang tidak terburu-buru dalam merencanakan anak adalah fakta yang diamini oleh data dari Survei Penduduk antar Sensus yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik setiap 10 tahun sekali. Data tersebut menunjukkan adanya pergeseran usia perempuan ketika melahirkan pertama kali selama 15 tahun terakhir yang cenderung "menua". Di antara tahun 1996 - 2000, perempuan berusia 26 - 35 tahun yang baru pertama melahirkan hanya sebesar 17,9%, sedangkan pada tahun 2011 - 2015 persentase tersebut naik menjadi 28,1%. Dalam bingkai tahun yang sama, persentase perempuan berusia 35 tahun ke atas yang bersalin untuk pertama kalinya naik sebanyak 2,13%. Apakah mereka memang menunda pernikahan atau menunda anak pertama, hal tersebut membuktikan jika masyarakat Indonesia semakin tidak terburu-buru dalam memperbanyak anggota keluarga.
Perempuan adalah faktor penentu fenomena ini. Secara fisik, usia paling tepat untuk melahirkan adalah 21 - 35 tahun. Namun, di luar itu banyak faktor yang menentukan kualitas ketahanan hidup sang anak. Elizabeth Gregory, penulis buku Ready: Why Women are Embracing the New Later Motherhood, mengatakan jika keputusan perempuan dalam menunda kehamilan bisa mempengaruhi strata ekonomi lingkungannya. Ketika seorang perempuan lebih mendahulukan pendidikan dan karir, artinya dia bisa menjamin penghidupan yang layak untuk anaknya di masa depan. "Memiliki pendidikan dan pekerjaan layak meningkatkan status sosial-ekonomi seorang perempuan. Seorang ibu kelas pekerja biasa jadi berpotensi membesarkan seorang anak yang akan berada di kelas menengah jika ia tidak terburu-buru untuk membesarkan keluarga," ujar Gregory.
Lebih dari itu, Gregory juga meramalkan dampak yang berpengaruh sangat luas. "Perempuan yang menunda kehamilan bisa jadi sedang meraih posisi otoritas tertinggi di pekerjaannya. Dia pun jadi memiliki andil untuk menentukan kebijakan perusahaan yang menguntungkan kaum ibu pekerja, seperti improviasi ketentuan cuti melahirkan bagi perempuan maupun laki-laki." Hal ini bisa sangat mempengaruhi transformasi budaya bekerja di negara tersebut menjadi lebih baik.