Indonesia adalah negara yang begitu kaya akan budaya dan tradisi, termasuk dalam ritual pernikahan. Dalam rangka perayaan hari kemerdekaan negara kita ini, tidak ada salahnya kita mengenal lebih dekat berbagai adat dan tradisi pernikahan khas suku-suku di Indonesia. Berikut 45 tradisi pernikahan unik dari seluruh penjuru Indonesia!
1. Minang: lamaran dari mempelai perempuan
Berbeda dengan proses lamaran pada umumnya, dalam adat Minagkabau, pihak mempelai perempuan yang meminang laki-laki! Calon pengantin perempuan Minang mengunjungi keluarga calon pengantin laki-laki, lalu keluarga kedua pihak bertukar buah tangan sebagai simbol pengikat kedua mempelai.
2. Ogan: Pengadangan
Suku yang mendiami dataran tinggi Sumatra Selatan ini memiliki tradisi pernikahan yang unik. Pada pernikahan rakyat Ogan, sang pengantin laki-laki akan diberi rintangan dan dihalangi untuk bertemu dengan pengantin perempuan menggunakan selendang panjang. Agar dapat bertemu dengan calon istrinya, ia harus membawakan benda-benda yang diminta oleh penjaga sang pengantin perempuan.
3. Betawi: Palang pintu
Dalam pernikahan Betawi, pengantin laki-laki datang ke rumah pengantin perempuan membawa sekelompok orang. Rombongan mempelai laki-laki pun akan berusaha memasuki rumah mempelai perempuan. Uniknya untuk memasuki rumah tersebut, rombongan pengantin laki-laki akan berbalas pantun dengan keluarga pengantin perempuan yang ada di dalam rumah.
Photo: Fotologue Photo
4. Osing: kawin colong
Para pasangan dari suku Osing di Banyuwangi yang belum mendapat restu dari orangtua, oleh adat diperbolehkan melakukan yang disebut Kawin Colong. Artinya, sang calon pengantin laki-laki menculik calon pengantin perempuan selama 24 jam. Lalu, ia akan memilih seorang Colok, yaitu orang kepercayaan atau tetua yang dihormati untuk bernegosiasi dengan keluarga calon pengantin perempuan sampai pernikahan mereka diizinkan.
5. Sasak: Kawin Culik
Calon pengantin laki-laki dari suku Sasak harus menculik calon istrinya sebelum menikah. Meskipun aksi penculikan ini telah disetujui oleh pihak keluarga perempuan, sang calon pengantin laki-laki tidak boleh tertangkap atau membuat keributan saat melakukan penculikan. Jika penculikan gagal, pengantin laki-laki akan dikenai denda!
6. Gunung Kidul: Kromojati
Sejak tahun 2007, para calon pengantin pria di Desa Bohol, Gunung Kidul diwajibkan menanamkan setidaknya 5 bibit pohon jati. Uniknya, aturan ini ditetapkan bukan sekedar sebagai mahar tapi juga untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Inilah artian pernikahan ramah lingkungan yang sesungguhnya!
7. Suku tidung: Larangan ke toilet
Suku tidung memiliki tradisi yang sangat tidak biasa, yaitu calon pengantin harus menahan buang air selama 72 jam atau 3 hari! Mungkin hal ini terlihat sulit bagi masyarakat lain, namun bagi suku yang banyak bermukim di Kalimantan Utara ini, syarat ini tidak sulit dilakukan demi harapan mendapatkan kehidupan pernikahan yang harmonis.
8. Jawa Tengah: Adol Dawet
Dalam adat prosesi pernikahan Jawa Tengah, orang tua pengantin perempuan akan berjualan dawet dan menerima bayaran berupa pecahan genting dari pembeli-pembelinya. Tradisi unik ini menjadi contoh bagi calon pasangan untuk saling membantu dalam membangun dan menghidupi rumah tangga.
Photo: All Seasons Photo
9. Cirebon: Pugpugan
Pasangan pengantin dari wilayah Jawa Barat, terutama Cirebon, biasanya akan melakukan ritual pugpugan setelah seremoni pernikahan mereka. Pugpugan sendiri merupakan lipatan ilalang atau daun kelapa tua, yang kemudian akan ditaburkan di kepala kedua mempelai oleh orang tua pengantin wanita. Ritual ini menggambarkan harapan kedua orang tua untuk rumah tangga yang penuh kesetiaan dan rukun hingga tua kelak.
10. Cilacap, Banyumas dan Purwokerto: Begalan
Di Cilacap, Banyumas dan Purwokerto, terdapat pula tradisi memberi petuah bagi calon pengantin. Uniknya, di ketiga daerah ini hal ini disampaikan melalui tarian dan penampilan komedi. Sekelompok penari akan menari sambil membawa alat-alat rumah, nasihat dan doa pun kemudian dihantarkan dengan cara yang humoris dan penuh canda.
11. Batak: Sinamot
Di kultur suku Batak, ada sebuah prosesi bernama Sinamot yang merupakan perundingan mas kawin oleh kedua belah pihak keluarga. Jumlah mahar atau mas kawin yang akan diberikan biasanya ditentukan berdasarkan tingkat edukasi, karier, atau status sosial keluarga gadis tersebut. Semakin tinggi tingkatannya, semakin besar pula jumlah mas kawin. Namun hal ini tidak dilihat sebagai materialisme semata, melainkan harapan bagi pasangan ini untuk menghindari perceraian setelah menikah dengan jumlah mas kawin yang mahal.
12. Aceh: Mayam
Setiap adat memang memiliki cara-cara unik untuk menentukan mas kawin. Masyarakat di Aceh menggunakan satuan ukurnya sendiri yaitu mayam. Di Aceh, mas kawin yang berupa emas akan ditimbang dan dihitung dalam mayam. Satu mayam setara dengan 3,37 gram emas.
13. Yogyakarta: Nyantri
Pada tradisi yang berasal dari Kraton Yogyakarta ini, pengantin laki-laki harus bermalam di daerah kediaman calon pengantin perempuan. Umumnya, sang calon pengantin laki-laki dititipkan ke rumah saudara atau tetangga pengantin perempuan. Meskipun begitu, ia tidak boleh bertemu dengan calon istrinya hingga hari pernikahan tiba.
Photo: Portlove Creative Studio
14. Kaili: Nanggeni Balanja
Bagi masyarakat Kaili yang umumnya bermukim di Sulawesi Tengah, pengantin laki-laki tidak hanya memberi uang pada pengantin perempuan. Pihak laki-laki juga memberi sejumlah barang-barang keperluan sehari-hari sebagai tanda penghargaan, tanggung jawab dan penghormatan bagi calon istrinya.
15. Banjarmasin: Bausung
Dalam proses arak-arakan pengantin di Banjarmasin, kedua mempelai duduk di bahu sepasang penari. Tentunya, arak-arakan meriah ini dilengkapi dengan tari-tarian dan musik khas Banjarmasin.
16. Melinting: Sabaian
Pengantin asal Melinting, Lampung, harus melewati proses Sabaian, yaitu ritual bermaaf-maafan antara kedua belah pihak keluarga. Lalu, kedua pengantin pun diberi gelar Adok untuk laki-laki dan Inai untuk perempuan.
17. Madura : Nyedek Temo
Para calon pengantin di Madura memiliki cara khusus untuk menentukan tanggal pernikahan mereka. Pada acara Nyedek Temo, kedua keluarga bertemu lalu pasangan calon pengantin menyediakan hal-hal simbolik untuk menetapkan tanggal pernikahan mereka. Misalnya, jika mereka menginginkan pernikahan mereka dilaksakan segera, maka mereka harus menyediakan pisang susu dan sirih.
18. Toraja: Urrampan Kapa'
Rupanya rakyat Toraja telah mengenal bentuk perjanjian pra-nikah sejak zaman nenek moyang. Hal ini disebut Urrampan Kapa' yang merupakan acara di mana dua keluarga calon pengantin duduk bersama untuk mendiskusikan aturan pernikahan dan hukuman yang akan diberikan jika sang istri atau suami melanggar ketentuan komitmen pernikahan mereka kelak.
19. Bali: tradisi jual beli
Pada pernikahan adat Bali, pengantin perempuan membawa bakul yang nantinya akan dibeli oleh pengantin laki-laki. Tradisi ini merupakan suatu simbol bahwa dalam kehidupan rumah tangga, sang suami-istri harus saling melengkapi.
Photo: Kamala Studio
20. Ambon : Maso Minta
Suku Ambon di Maluku juga memiliki suatu tradisi pra-nikah yang disebut Maso Minta atau Masuk Minta. Calon pengantin pria akan menyatakan niatnya menikahi calon pengantin wanita. Keluarga kedua pihak akan bertemu setelah sebelumnya keluarga pihak perempuan menerima sebuah "surat bertamu". Pada pertemuan ini, kedua keluarga diwakili seorang juru bicara yang akan mendiskusikan niat kedua calon mempelai untuk menikah, termasuk mendiskusikan tanggal pernikahan.
21. Aru: Lagu Rora
Masyarakat suku Aru terkenal dengan tradisi merayakan suatu upacara adat dengan nyanyi-nyanyian. Dalam sebuah acara pernikahan, lagu yang dinyanyikan disebut lagu Rora. Dalam lagu Rora, terdapat syair-syair yang menyatakan rasa syukur pada sang pencipta dan leluhur atas keberhasilan mereka.
22. Jambi: Berusik sirih bergurau pinang
Tradisi ini merupakan bagian dari masa awal perkenalan sang calon pasangan. Setelah memutuskan untuk menikah, sang calon pengantin pria berkunjung ke rumah kekasihnya untuk menyampaikan rasa cinta kasih. Agar pernyataan ini tersampaikan dengan bahasa yang halus dan indah, seringkali pantun atau seloko dilantunkan.
23. Jambi: Bebalai
Pengantin suku Rimba di Jambi tidak perlu memikirkan pernikahannya sendiri. Setelah proses lamaran yang disebut beindok semang, orang Rimba akan beramai-ramai membuat bangunan atau balai yang akan menjadi tempat berlangsungnya pernikahan.
24. Mandailing: Horja Haroan Boru
Akhir pesta pernikahan Mandailing adalah simbol perginya kedua pengantin dari kediaman orang tuanya. Sebelum meninggalkan rumah masa kecilnya, pengantin perempuan yang disebut boru na ni oli akan menari tor-tor sebagai tanda perpisahan.
Photo: Antijitters Photo
25. Minahasa : Upacara Bunga Putih
Sebagai simbol kasih sayang dan penghormatan, pengantin laki-laki memberi bunga tangan berwarna putih bagi pengantin perempuan. Namun, bunga yang diberikan harus berjumlah 9 tangkai, dengan 9 buah yang mekar dan 9 bunga yang kuncup. Karena angka 9 dianggap sebagai angka keberuntungan.
26. Biak : Wafer
Pemberkatan pernikahan suku Biak dilakukan oleh kepala adat dan disebut dengan wafer. Upacara ini dimulai dengan pemberian cerutu atau sebatang rokok yang akan dihisap oleh kedua mempelai. Lalu, mereka akan saling menyuapi panganan ubi atau talas bakar. Kemudian, pernikahan pun akan dinyatakan sah.
27. Jawa: Pingitan
Dalam budaya pernikahan Jawa, dikenal adat pingitan di mana calon pengantin perempuan tidak boleh meninggalkan rumah menjelang hari pernikahannya. Selain untuk menghalangi kedua calon pengantin untuk bertemu, momen ini juga menjadi kesempatan bagi pengantin perempuan untuk merawat diri sebelum acara pernikahan. Dulu, proses pingitan dapat berlangsung selama 1 hingga 2 bulan!
Photo: Davy Linggar Photography
28. Sumbawa: Basai
Bagi masyarakat Sumbawa, hari pernikahan adalah hari di mana kedua mempelai menjadi sepasang raja dan ratu. Dalam upacara ini, terdapat pula prosesi Barupa yang berarti para tamu memberikan kedua mempelai uang-uang logam dan membacakan puisi serta petuah-petuah pada kedua mempelai.
29. Suku Dani: Maweh
Masyarakat suku Dani kerap mengadakan pernikahan massal yang bernama Maweh. Hal ini terjadi tiap empat hingga enam tahun sekali. Para pengantin dikumpulkan dan calon pengantin perempuan dijaga dengan ketat dan dirias secara bersama-sama oleh masyarakat setempat.
30. NTT: Tokencai
Pada akad pernikahan di Nusa Tenggara Timur, mempelai perempuan tidak hadir sampai ia dijemput oleh mempelai pria. Sang mempelai wanita akan disembunyikan di kamar bersama seorang perias pengantin. Sebelum dapat menjemput sang calon istri, calon pengantin laki-laki harus berbalas pantun dan menyanggupi syarat yang ditetapkan oleh sang perias pengantin.
31. Minang: Malam Bainai
Ternyata tradisi pesta lajang juga ada di Indonesia, tepatnya dalam tradisi Minang. Pengantin wanita Minang merayakan malam terakhirnya sebagai gadis lajang bersama kerabat dan sahabat wanita terdekatnya. Dalam selebrasi yang disebut Malam Bainai ini, sang calon pengantin akan diberi pulasan kuku dari tanaman inai yang telah ditumbuk dan memberikan rona kemerahan pada jemarinya.
Photo: Get Her Ring
32. Dayak Iban : Melah Pinang
Pernikahan adat Dayak Iban disebut dengan Melah Pinang yang umumnya dilakukan dengan berpindah dari rumah ke rumah. Apabila rumah tempat pernikahan tersebut berlangsung terletak di pinggiran sungai, maka sang pengantin laki-laki akan menjemput pengantin perempuan dengan iring-iringan perahu, musik dan tarian.
33. Nias: Fanu'a bawi
Hewan babi rupanya memiliki arti penting dalam peradaban suku Nias, maka sebelum hari pernikahan calon pengantin laki-laki harus mempersiapkan sejumlah ekor babi. Pada tahapan yang bernama Fanu'a Bawi ini, calon pengantin perempuan akan memilih babi terbaik dari kumpulan yang telah disiapkan oleh pasangannya. Babi yang lolos seleksi hanya babi yang memiliki berat lebih dari 100 kilo, tanpa cacat, memiliki ekor panjang dan warna bulu yang rata.
34. Biak: Ararem
Satu lagi tradisi yang unik dari pernikahan suku Biak, yaitu Ararem atau tradisi arak-arakan calon mempelai laki-laki. Keluarga mempelai laki-laki ini akan membawa piring-piring adat, guci, dan berbagai hal lainnya, termasuk bendera Indonesia!
35. Sunda: Meuleum Harupat
Pada prosesi pernikahan tradisional Sunda, seorang pengantin pria akan memegang 7 batang lidi, yang kemudian disulut dengan api oleh sang istri. Pengantin pria itu lalu akan mencelupkan lidi yang terbakar tersebut ke dalam kendi berisi air untuk memadamkan apinya, tak lupa ia pun akan mematahkan dan membuang lidi tersebut. Ritual ini menjadi simbol kemarahan yang berapi-api pun dapat dipadamkan dengan keteduhan dan kelembutan sang istri.
Photo: Le Motion
36. Lampung: Ngurukken Majeu (Ngekuruk)
Dalam pernikahan adat Lampung, calon pengantin perempuan akan menaiki kereta kuda yang bernama rato atau dengan tandu menuju rumah mempelai laki-laki. Lalu pengantin pria akan memegang tombak dan berjalan bersama sang calon istri di belakangnya.
37. Papua: Bakar Batu
Masyarakat Papua dari berbagai suku memiliki kesamaan tradisi yaitu Bakar Batu yang merupakan cara mengucapkan syukur atas berkat yang melimpah. Sesuai dengan namanya, acara ini mencakup pembakaran batu yang telah disusun dari batu berukuran besar hingga kecil yang ditutupi dengan kayu.
38. Banjar: Badudus
Dalam acara pernikahan khas Banjar, terdapat ritual siraman pengantin yang disebut Badudus atau Bapapai. Pada proses ini pengantin akan dimandikan oleh lima atau tujuh wanita lanjut usia, biasanya kerabat terdekatnya, dengan bermacam-macam bunga, air jeruk, dan air kelapa. Tak hanya untuk calon pengantin, wanita yang sedang mengandung pun melakukan ritual ini di bulan ketujuh kehamilan mereka sebagai bentuk penolak bala dan permohonan untuk persalinan yang lancar.
39. Bugis: Mappasikarawa
Dalam adat suku Bugis, setelah dilangsungkannya akad nikah atau upacara pernikahan, dan kedua mempelai dinyatakan sah menjadi suami istri, sang mempelai pria akan diantar ke kamar istrinya. Lalu kedua pasangan ini akan saling menyentuh atau bersalaman sebagai symbol interaksi fisik pertama mereka sebagai pasangan suami istri. Proses ini disebut Mappasikarawa dan konon dapat menentukan kebahagiaan pernikahan pasangan ini di masa depan.
Photo: Journal Portraits
40. Bajo: Mas kawin kain putih
Memang banyak suku di Indonesia yang mewajibkan mas kawin bernilai tinggi, namun lain halnya bagi masyarakat Bajo. Dalam tradisi Bajo, pengantin laki-laki cukup memberi sehelai kain putih bagi calon istrinya. Tentunya, sebagai suku yang dikenal dekat dengan kehidupan laut, pengantin laki-laki diantar kepada pengantin perempuan dengan arak-arakan perahu.
41. Riau: Berinai
Sebagai tanda seorang pengantin perempuan telah sah menikah, ia akan diberi inai. Ini adalah campuran dari tumbukan daun inai dan asam jawa yang ditumbuk. Proses ini biasanya dilakukan di malam hari. Konon, warna inai akan lebih merah jika dikenakan di malam hari.
42. Melayu Pontianak: Bebedakan
Calon pengantin Melayu yang tinggal di Pontianak memiliki tradisi perawatan diri khusus yang disebut Bebedakan. Selama 40 hari menjelang hari pernikahannya, calon pengantin perempuan akan mengenakan bedak khusus dan dilarang untuk meninggalkan rumah.
43. Palembang: Menyenggung
Di Palembang, calon pengantin pria mengutus orang kepercayaannya ke kediaman calon perempuan untuk mendiskusikan tanggal lamaran. Hal ini ditujukan untuk menunjukkan keseriusan sang calon suami akan pernikahan ini. Tentunya, ia juga harus membawa buah tangan yaitu tenong dan kain songket, serta beberapa makanan tradisional.
Photo: Fleur de Lis Photography
44. Buton: Bakena Kao
Dalam tradisi Buton, keluarga pengantin akan membagi-bagikan uang kepada para perempuan yang belum menikah. Uang ini disebut dengan Bakena Kao. Konon, wanita lajang tersebut akan segera menyusul menikah jika membelanjakan uang tersebut untuk membeli benda-benda atau makanan yang manis.
45. Belitung: Berebut Lawang
Ternyata pantun memang merupakan bagian penting bagi budaya Indonesia, karena di Belitung pun pantun menjadi bagian penting dalam sebuah momen pernikahan, sama halnya dengan pernikahan masyarakat Betawi atau Minang. Namun, dalam adat Belitung, proses berbalas pantun pengantin laki-laki yang disebut Berebut Lawang ini akan melalui 3 pos. Pos terakhir tentunya adalah kediaman sang calon pengantin perempuan yang harus dapat ia lewati.