Photography: Terralogical
Seperti yang dinyatakan dalam UU Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang bahagia, yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, salah satu persyaratan utama saat hendak mendaftarkan sebuah pernikahan yang sah secara hukum di Indonesia adalah, dengan terlebih dahulu mendaftarkan pernikahan Anda ke tempat ibadah berdasarkan agama yang dianut.
Sebagai salah satu agama resmi masyarakat Indonesia, agama Buddha juga memiliki tata cara dan persyaratan administrasi dalam mengesahkan sebuah perkawinan. Tidak jarang calon pengantin terlena ketika mempersiapkan segala kebutuhan hari pernikahannya sehingga melupakan kewajibannya, yakni mengadakan upacara pernikahan. Padahal, setidaknya Anda membutuhkan waktu sekitar satu hingga tiga bulan untuk memenuhi persyaratan pemberkatan pernikahan.
Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh calon pengantin dalam melangsungkan pemberkatan pernikahan secara agama Buddha:
- Calon pengantin menghubungi pengurus vihara atau Pandita Lokapalasraya untuk mendapatkan pengarahan mengenai persiapan peralatan untuk upacara serta hal-hal yang harus dipelajari oleh kedua calon mempelai.
- Calon pengantin melengkapi dokumen serta berkas pernikahan sebagaimana diatur oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk diserahkan ke vihara:
- Formulir pemberkatan yang bisa diambil di vihara,
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sudah dilegalisir kelurahan,
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK) yang sudah dilegalisir kelurahan,
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang tua mempelai pria dan wanita,
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) saksi dari kedua belah pihak,
- Fotokopi Akte Lahir mempelai pria dan wanita,
- Surat Keterangan Belum Menikah dari kelurahan masing-masing mempelai.
3. Calon pengantin mengikuti bimbingan atau konseling pernikahan secara online maupun offline.
Selain itu, dalam pandangan agama Buddha, pasangan calon pengantin juga harus memiliki empat kesamaan dalam Dhamma supaya kehidupan pernikahannya dapat berbahagia:
- Samma Sadha (sama keyakinannya) - Sadha merupakan keyakinan yang muncul dari pikiran dan pandangan yang benar sehingga akan membantu pola hidup yang baik.
- Samma Sila (sama kemoralannya) - Di dalam mengembangkan kepribadian yang lebih luhur, setiap anggota keluarga hendaknya menjaga kemoralan dalam kehidupan untuk menjaga ketertiban serta keharmonisan dalam keluarga maupun hidup bermasyarakat.
- Samma Cagga (sama kedermawanannya) - Dengan memiliki kedermawanan akan arti cinta yang sesungguhnya, yaitu memberi segala sesuatu yang kita miliki demi kebahagiaan orang yang kita cintai dengan ikhlas dan tanpa syarat.
- Samma Panna (sama kebijaksanaannya) - Pasangan yang memiliki pandangan, wawasan, dan kebijaksanaan yang sama, maka setiap permasalahan akan cepat terselesaikan.
Tentunya situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir juga memberikan tantangan tambahan dalam mengurus kebutuhan administratif pernikahan. Akan tetapi, sebaiknya calon pengantin tetap mematuhi protokol kesehatan dan selalu membaca berita mengenai segala informasi seputar agama Buddha di website Kemenag Bimas Buddha.
Adapun, salah satu pasangan pengantin yang baru saja menyelenggarakan pemberkatan pernikahan secara agama Buddha di awal tahun ini, Iwan menuturkan pengalamannya saat mendaftarkan pernikahannya. Ia sendiri mulai menghubungi Romo pembimbing sekitar empat bulan sebelum hari H untuk mencocokkan jadwal dan melengkapi segala persyaratan dokumen. Pada hari pemberkatannya, ia melaksanakan upacara di venue pernikahannya, sebab susunan rundown acara yang cukup padat pada hari istimewa tersebut. Menurutnya, prosesi yang dilakukan di vihara maupun venue tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hanya saja, demi kenyamanan para tamu, beberapa hotel tidak mengizinkan adanya ritual penyalaan dupa. Selain itu, terdapat juga sebuah tahapan prosesi yang ditiadakan sebagai bentuk antisipasi penyebaran virus, yaitu pemasangan pita kuning yang biasanya dilakukan oleh Romo Pandita di pergelangan tangan mempelai. "Sebelumnya, Romo Pandita telah memberitahukan kepada kami bahwa beliau harus melewatkan pemasangan pita kuning yang mengharuskannya berdekatan sekali dengan kedua mempelai ketika melaksanakannya," jelas Iwan.
Di bawah ini adalah urutan prosesi pemberkatan pernikahan agama Buddha:
- Kedua mempelai memasuki ruangan upacara, dengan diiringi orang tua atau wali, saksi dan keluarga;
- Persembahan altar Buddha;
- Tanya jawab mempelai, orang tua dan saksi;
- Persembahan Puja;
- Penghormatan kepada Tri Ratna;
- Pembacaan ikrar mempelai;
- Pemasangan cincin perkawinan;
- Pemasangan pita dan kain kuning;
- Pemberkatan oleh orang tua dan Pandita Lokapalasraya;
- Pesan atau nasehat dari orang tua;
- Pesan Dhamma;
- Pelepasan pita dan kain kuning;
- Penandatangan ikrar oleh mempelai, orang tua/ wali dan saksi;
- Penyerahan surat keterangan perkawinan dan Ikrar;
- Penutup upacara perkawinan.
Pada umumnya, Surat Keterangan Perkawinan secara agama Buddha akan diserahkan oleh Pandita pemimpin upacara kepada calon mempelai pada hari pelaksanaan pemberkatan, tepatnya setelah upacara pemberkatan berlangsung atau beberapa hari kemudian.