Witing tresno jalaran soko kulino sebuah peribahasa khas Jawa yang mengandung arti cinta tumbuh seiring berjalannya waktu. Peribahasa ini yang secara singkat mampu menggambarkan perjalanan kasih antara Adinda dan Alga. Kegigihan Alga dalam mengejar cinta Adinda selama dua tahun lamanya, berlabuh manis dalam sebuah ikatan kasih yang abadi. Dalam perjalanan menuju hari besar keduanya, sesi pemotretan pranikah menjadi salah satu momen magis bagi kedua calon mempelai tersebut. Sebagai pribadi yang mencintai wastra Nusantara, baik Adinda dan Alga sepakat untuk menyisipkan pesona kultur ke dalam prewedding mereka.
Penyematan budaya Jawa menjadi konsep pertama yang mereka terapkan pada sesi prewedding tersebut. Adinda yang merupakan keturunan Jogja dan Alga yang merupakan keturunan Solo, menjadi alasan keduanya mantap untuk memilih busana khas Jawa untuk pemotretan prewedding pertama mereka. Peranakan budaya Jawa yang kental lantas terlukis jelas pada pemilihan lokasi pemotretan. Sebuah rumah yang terletak di Jalan Pattimura, Jakarta Selatan ini berhasil membangun atmosfer khas Jawa melalui ornamen furnitur yang melekat di setiap sudut ruangan. Tak hanya darah Jawa yang mengalir di dalam diri kedua mempelai tersebut, pancaran aura hasil perpaduan busana dan ornamen di sekeliling lokasi pemotretan berhasil membangun energi kasih khas Indonesia diantara Adinda dan Alga.
Ada yang spesial dari proses prewedding Adinda dan Alga berikut, lantaran kehadiran Jatidiri Ono sang fotografer sekaligus kakak dari Adinda yang mendedikasikan sesi pemotretan tersebut sebagai hadiah pernikahan untuk sang adik tercinta. Berlanjut pada sesi pemotretan prewedding kedua, gelora kultur Nusantara semakin lekat dengan kolaborasi antara keapikan jepretan Jatidiri Ono dengan keunikan konsep arahan Rumi Siddharta, selaku stylist. Mengacu pada tema modern heritage, Adinda dan Alga tampil dengan dominasi balutan busana berwarna orange dan terakota, selaras dengan warna kesukaan keduanya. Rona yang begitu lekat dengan suasana kebudayaan Indonesia ini terpancar harmonis melalui kombinasi 3 kebudayaan yang berbeda, yakin Bali, Jawa, dan peranakan Tionghoa. Terlihat dari keelokan tampilan songket keemasan, kain gendong, dan batik Pesisir yang dikenakan keduanya. Sekaan melengkapi kesempurnaan tampilan dari pasangan tersebut, lokasi pemotretan prewedding kedua yang dilaksanakan di Casa de Mimi berhasil membangun suasana kontemporer yang begitu ciamik.