Pertemuan Harumi dan Fariz bisa dibilang seperti adegan di film-film romantis. Berawal ketika keduanya tinggal di New York. Pada saat itu, Harumi sedang menjalani kursus selama tiga bulan dan Fariz bekerja di New York. Di suatu ketika saat musim dingin, salah satu teman mutual mereka mengadakan pesta di rumahnya yang berlokasi di daerah Brooklyn. Sesampainya Harumi di sana, ia tidak bisa masuk dan menunggu selama 15 menit sampai kondisi tubuhnya benar-benar kedinginan. Namun, tiba-tiba pintu terbuka dan ternyata Fariz yang membukakan pintu tersebut. Di situlah terjadi koneksi antara Harumi dan Fariz. Mereka saling berkenalan, jalan bersama, tetapi belum menjalani hubungan pacaran. Setelah menyelesaikan kursusnya, Harumi pulang ke Jakarta, dan pada saat itulah, ia dan Fariz sadar bahwa mereka saling mempunyai rasa dan memutuskan untuk menjalin hubungan spesial. Selama tiga bulan, Harumi dan Fariz menjalani hubungan jarak jauh sampai akhirnya Fariz memutuskan untuk ke Jakarta demi kebaikan bersama.
Terinspirasi dari film Netflix yang berjudul Table Chef, keduanya melakukan trip ke Eropa untuk melihat restorannya langsung di sana dan sehubung dengan pekerjaan Fariz yang berada di bidang kuliner. Namun di kala itu, Harumi sedang memiliki keraguan untuk melanjutkan hubungan dengan Fariz dan berencana akan mengakhirinya. "Pas sebelum berangkat, hati ini sudah bilang, 'aduh kayaknya habis jalan-jalan ini, putus saja deh'. Karena saya berpikir, pacaran sudah lama, tapi tidak dilamar-lamar. Fariz orangnya tertutup sekali. Dia tidak pernah kasih sinyal kalau dia akan melamar," ungkap Harumi. Keadaan semakin memburuk ketika mereka sempat berdebat dan tekad Harumi untuk mengakhiri hubungannya semakin bulat, bahkan ia sampai mencari tiket untuk pulang.
Setelah perdebatan tersebut, mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan ke Switzerland. Fariz mengajak Harumi untuk melihat sekolahnya yang berada di daerah Leysin dan menceritakan momen-momen saat bersekolah. Harumi, yang masih dengan rasa kesal karena perdebatan yang terjadi, mencoba untuk mengikuti arahan Fariz untuk berfoto di sebuah tempat dengan keindahan matahari terbenam. "Dia memang selalu bawa kamera dan tripod. Saya iya-iya saja disuruh foto karena masih malas juga sehabis berantem," kenang beauty blogger ini. "Ketika saya sedang selfie, dia tiba-tiba mendatangi saya dan bilang, will you marry me?" cerita Harumi yang tak menyangka hal tersebut akan terjadi di tengah kondisi hubungan yang sedang tidak baik. "Saya langsung menangis dan dia juga ikut menangis. Dia bilang, 'kamu jangan galak-galak ya sama aku.'"
Sepulangnya dari Eropa, mereka mengadakan pertemuan orang tua dan membicarakan niat Fariz yang ingin menikahi Harumi. Setelah orang tua sudah sama-sama tahu, Harumi baru berani mengunggah foto ke sosial media dan memberi tahu kepada teman-temannya. "Ternyata teman-teman dekat saya sudah tahu. Fariz sudah merencanakan ini selama enam bulan," ujar sang mempelai perempuan. Setelah menyusun rencana bersama orang tua, acara lamaran dilaksanakan pada bulan Juli. Kemudian, dua sejoli ini menikah pada tanggal 9 November 2019.
Sebelum melangsungkan pernikahan, Harumi harus mengikuti prosesi adat Sunda, yaitu ngaras. Baginya ini adalah momen paling mengharukan karena dirinya meminta izin kepada ibunda dengan sungkeman dan mencuci kakinya. Kebaya yang ia gunakan adalah kebaya sang ibu yang pernah digunakan 30 tahun lalu. Setelah itu, ia dan keluarga menjalani ngeuyeuk seureuh yang merupakan prosesi adat di mana sang calon suami beserta keluarganya datang ke tempat calon istri untuk melakukan edukasi seks yang dipandu oleh pemangku adat. Siraman dan pengajian menjadi rangkaian acara berikutnya sebelum akhirnya dilakukan akad serta resepsi pernikahan yang berlangsung di Jakarta, tepatnya di rumah Harumi.
Berbeda dengan ritual adat Sunda yang sangat kental pada acara pra-nikahnya, Beragam ritual kali ini Harumi dan Fariz memilih konsep modern yang digunakan saat akad dan resepsi namun dengan sedikit sentuhan tradisional. Tidak banyak dekor yang diubah dari akad ke resepsi karena masih satu tempat, keduanya pun sepakat mengapresiasi unsur adat dari keluarga sang suami, yaitu adat Banjar. "Walaupun keluarga Fariz berasal dari Banjar, tapi mereka tidak terlalu mempraktekkannya karena kebanyakan menikah dengan orang Jawa. Akhirnya, saya dan Fariz cari tahu dan mengurus semuanya sendiri," ujar pemilik blog MyTipsCantik by Harumi P.S. Hal tersebut menjadi tantangan baginya untuk mencari sanggar dan memilih perencana pernikahan yang mengerti pernikahan tradisional, terutama adat Banjar. "Saya bisa bertemu dengan lima wedding organizer dalam sehari untuk dibandingkan mana yang paling memiliki koneksi dengan saya dan dan mengerti yang kami inginkan," cerita Harumi.
Kepada calon pengantin di luar sana, Harumi menyarankan untuk tidak terlalu memusingkan urusan busana, apalagi soal warna, karena masih banyak hal utama yang lebih penting. "Kapan lagi kita pakai kebaya putih selain di hari pernikahan," anjur Harumi yang mengenakan kebaya putih dari Rikawirtjes di akad dan resepsi.
Dengar cerita Harumi lebih lengkap tentang pernikahan tradisionalnya di Bridestory Unveiled the Podcast: Pernikahan Tradisional, Artistik Sekaligus Kompleks!