Adakalanya, perbedaan latar belakang dari dua insan yang datang dari kewarganegaraan berbeda kerap kali mengalami tantangan yang jauh lebih rumit. Usaha untuk menyatukan dua kepala dengan pemahaman dan nilai-nilai tradisi yang berbeda menjadi pembelajaran tersendiri bagi kedua belah pihak demi menciptakan peluang untuk belajar dan tumbuh bersama. Seperti pasangan Cindy dan Eric yang memutuskan untuk mengadakan pernikahan di dua negara berbeda agar mampu mewakili keberagaman dan persatuan yang istimewa. "Kami sebenarnya mengadakan dua pernikahan. Satu di Amerika Serikat dan satu lagi di Bali. Pernikahan kami di Amerika Serikat hampir mirip dengan pernikahan khas Amerika, dengan saya mengenakan gaun pengantin tradisional Filipina—karena Eric adalah orang Filipina - Amerika. Lain halnya dengan pernikahan di Bali yang lebih banyak menekankan aspek Indonesia," terang Cindy.
Bertempat di Six Senses Uluwatu, Bali, sebuah perayaan ikrar suci yang sarat akan esensi kultur budaya Indonesia kemudian dirancang oleh Cindy dan Eric dalam upaya mewujudkan pernikahan impian mereka. Keduanya bahkan turut menentukan aturan berpakaian bagi keluarga dan tamu undangan agar selaras dengan tema, yaitu berupa pakaian tradisional khas Indonesia yang kaya akan motif dan warna dengan beragam makna simbolis. "Aku selalu ingin memakai kebaya di hari pernikahanku, dan beruntungnya aku bisa bertemu Mas Didiet Maulana yang telah mewujudkan impianku," sang pengantin wanita berujar.
Ada banyak alasan mengapa akhirnya Bali dipilih sebagai sebagai lokasi yang dirasa tepat untuk perayaan destination wedding bagi pasangan ini, namun sebagian besar karena faktor kepraktisan. "Separuh dari tamu kami bepergian dari berbagai negara; Amerika Serikat, Australia, Malaysia, dan Filipina. Kami ingin memilih tempat di mana mereka bisa belajar tentang keindahan Indonesia, selain menghadiri pernikahan kami. Dan kami pikir Bali memiliki semua itu, ramah turis, komponen budaya, banyak atraksi, dan tentu saja makanan enak," kenangnya kembali.
Cindy juga mengungkapkan bahwa dirinya memang cenderung menyukai keelokan dari padu padan rona cerah. Ia pun membebaskan para pengiring pengantinnya untuk dapat memilih warna favorit mereka sendiri sesuai dengan personalitas masing-masing. "Dari situlah muncul ide untuk mengajak para tamu mengenakan warna busana apa pun. Sedangkan untuk resepsi, saya memang tidak begitu suka mengenakan gaun pengantin formal panjang untuk sebuah pesta (pernikahan) karena ingin tetap terlihat santai dan menyenangkan," ungkap Cindy. "Bahkan, ketika Anda melakukan banyak line dancing, gaun mini adalah satu-satunya pilihan yang tepat," sambungnya kembali seraya memberi saran.
Di bawah langit biru, semburat rona-rona pop up kemudian dirancang oleh Sweetbella Project ke dalam rangkaian flora yang subur nan romantis. Tampak bunga-bunga bermekaran dalam ukuran besar disusun dengan variasi tinggi yang berbeda, menghiasi area lorong hingga altar untuk menambah getaran visual pada momentum pertukaran sumpah suci. Tak hanya itu, pengaturan resepsi jamuan makan malam yang intim di tepi pantai pun begitu lekat akan eksotisme tropis serta harmonisasi warna bold.
"Kami memasukkan banyak unsur bunga, dekorasi kayu, elemen rotan, dan detail pribadi. Begitu pula dengan beragam oleh-oleh yang kami bawa langsung dari Amerika Serikat; seperti aneka buku bekas—berhubung Eric dan saya sama-sama suka membaca, kemudian menyesuaikannya berdasarkan kepribadian masing-masing tamu," jelas Cindy. Hal ini dapat terlihat dari buku-buku dengan berbagai tema yang ditempatkan di setiap meja tamu. "Kami juga membuat kartu spesial untuk setiap orang yang memuat fakta menarik seputar mereka sendiri, sekaligus mencakup tentang bagaimana arti kehadiran mereka semua dalam hidup kami berdua," tambah Cindy seraya mengenang momen bahagianya.
