Photography: MORDEN
Ketika bicara tentang mitos maka akan sangat berkaitan dengan tafsir dari sebuah peristiwa atau stereotip yang dilebih-lebihkan. Karena berdasarkan tafsir maka kebenarannya masih diragukan. Tapi mengapa satu mitos bisa begitu dipercaya, apalagi jika mitosnya berkaitan tentang menikah beda suku. Kekuatan mitos sebenarnya adalah cerita atau cara pandang yang diturunkan hingga dianggap sebagai bagian dari nilai budaya yang harus dijaga. Padahal kembali lagi, kebenarannya sangat diragukan.
Bridestory coba menjabarkan mitos tentang pantangan untuk menikah beda suku yang berkembang di masyarakat. Tujuannya bukan untuk "melanggengkan" mitos tersebut tapi agar kita memahami apa yang melatarbelakangi munculnya mitos itu. Karena pada akhirnya keberhasilan sebuah pernikahan tidak semata-mata didasarkan pada beda suku atau tidak, melainkan pada kemampuan untuk secara sadar memilih percaya menjalani hidup bersama dengan saling mencintai serta menghargai.
Inilah mitos nikah beda suku yang banyak berkembang di masyarakat:
- MITOS: Perempuan Sunda yang Menikah dengan Pria Jawa akan Bercerai
Mitos ini lahir dari cerita perang Bubat, yaitu perang antara kerajaan Majapahit dengan kerajaan Sunda. Ceritanya berawal dari Raja Majapahit, Hayam Wuruk yang jatuh cinta dengan putri Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi. Tapi cerita cinta ini kandas karena ketika kerajaan Majapahit mengirim lamaran kepada kerajaan Sunda, adalah Mahapatih Majapahit, Gajah Mada yang justru menyebut sebagai upeti dari kerajaan Sunda untuk Majapahit. Hal ini tentu membuat kerajaan Sunda tersinggung dan memilih berperang atas nama harga diri. Puncaknya adalah ketika Pangeran Kerajaan Sunda Niskalawastu Kencana melarang warganya untuk menikah dengan orang di luar kerajaan. Titah inilah yang kemudian digaungkan secara turun temurun dan menciptakan mitos bahwa perempuan Sunda yang menikah dengan laki-laki Jawa tidak akan bahagia. Pasangan beda suku ini bahkan dipercaya mengalami perceraian. - MITOS: Perempuan Sunda yang Menikah dengan Pria Minang akan Mengalami Masalah Finansial Rumah Tangga
Mitos ini muncul karena persepsi negatif atau stereotip antar kedua suku. Stereotipnya adalah perempuan Sunda sangat royal, ini akan bertentangan dengan stereotip pria Minang yang lebih hati-hati dalam mengeluarkan uang. Tentu salah satu "pilar" dari rumah tangga yang ideal adalah memiliki kesamaan visi dan misi dalam finansial. Artinya Anda dan pasangan harus sama-sama mengerti serta terbuka dalam mengatur pemasukan serta pengeluaran. Jika tidak, isu keuangan bisa menjadi "pemantik" dari setiap permasalahan. - MITOS: Suku Batak Tidak Bisa Menikah dengan Suku Jawa
Untuk mitos pernikahan antara suku ini, lebih didasarkan pada perbedaan karakter. Orang suku Batak sering digambarkan memiliki karakter yang keras dengan intonasi suara yang kencang. Sedangkan orang suku Jawa karakternya pelan dan lembut ketika berbicara. Perbedaan karakter ini kemudian membuat pasangan suku Batak dan Jawa seringkali dipersepsikan tidak selaras. Karena ketika orang Batak berbicara maka orang Jawa mempersepsikannya tengah marah-marah, padahal intonasi bicara yang kencang dipengaruhi kondisi geografis tempat tinggal masyarakat Batak yang pegunungan. Alhasil butuh sedikit berteriak ketika menyapa tetangganya agar terdengar. Situasi yang juga sering kali digambarkan sebagai ketidakcocokan pasangan suku Batak dengan Jawa adalah ketika orang Batak yang ekspresif harus berhadapan dengan budaya Jawa yang interaksi bicaranya penuh unggah-ungguh atau penuh tata krama. Alhasil, sering terjadi kesalahpahaman yang kemudian membuat orang "meyakini" kalau suku Batak dan Jawa tidak bisa menikah. Tapi dalam perkembangan zaman seperti sekarang, di mana interaksi antar suku sudah semakin mencair dan terbuka maka terciptalah akulturasi budaya. Inilah yang kemudian menciptakan pemahaman baru bagaimana untuk menyelaraskan setiap perbedaan.