Blog / Wedding Ideas / Mangain, Solusi Nikah Beda Suku dalam Budaya Batak

Mangain, Solusi Nikah Beda Suku dalam Budaya Batak

Color:
Add To Board
mangain-solusi-nikah-beda-suku-dalam-budaya-batak-1

Film Ngeri-Ngeri Sedap yang disutradarai Bene Dion Rajagukguk berhasil mencapai 2,6 juta lebih penonton di bioskop. Film ini bahkan didaulat untuk mewakili Indonesia di ajang piala Oscar 2023. Meski ceritanya sangat kental dengan budaya Batak, secara garis besar film yang dibintangi Arswendy Beningswara Nasution, Tika Panggabean, Boris Bokir Manullang, Gita Bhebhita Butarbutar, Lolox dan Indra Jegel ini menceritakan tentang beragam "tuntutan" orang tua kepada anak-anaknya.

Mangain, Solusi Nikah Beda Suku dalam Budaya Batak Image 1

Salah satu "tuntutan" yang diangkat adalah tentang pernikahan beda suku. Adalah Domu sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga Batak, diminta untuk menikah dengan perempuan Batak. Tapi Domu justru teguh pada pendiriannya untuk menikah dengan kekasih hatinya di perantauan yang bersuku Sunda. Perbedaan pilihan inilah yang membuat Domu tidak ingin pulang kampung sebagai bentuk penolakannya.

Mengapa budaya Batak lebih menekankan pada pernikahan satu suku?

Marga adalah salah satu ciri dari orang Batak. Adapun marga bukan sekadar nama keluarga atau nama belakang, melainkan sebuah identitas asal keturunan. Awalnya marga ini adalah nama dari raja-raja Batak yang kemudian diturunkan kepada keturunannya. Marga kemudian menjadi identitas yang mengikat hak dan kewajiban seseorang dalam adat.

Itulah mengapa dalam sistem sosial masyarakat Batak, marga juga menentukan hubungan persaudaraan dan pernikahan. Maka ketika seorang laki-laki Batak menikah dengan perempuan Batak, keduanya menyatukan sistem kekerabatan marga dari kedua belah pihak. Inilah mengapa dalam masyarakat Batak, pernikahan yang ideal adalah yang berasal dari satu suku yaitu suku Batak. Pada zaman dulu menikah dengan yang bukan suku Batak dianggap menikah dengan orang asing. Karena tidak memiliki marga maka ketika ada acara adat akan sulit untuk menentukan posisi hak dan kewajibannya secara adat.

Mangain menjadi solusi bersama agar pernikahan beda suku dapat disahkan secara adat.

Dengan perkembangan zaman, terlebih banyaknya orang Batak yang merantau membuat pernikahan dengan di luar suku Batak pun jamak terjadi. Lantas, adakah solusi agar pasangan beda suku ini bisa diterima secara adat? Jawabannya adalah dengan memberi marga kepada orang yang bukan keturunan Batak. Adapun nama dari prosesi pemberian marga ini adalah mangain. Secara sederhana mangain adalah menjadikan seseorang sebagai anak dari keluarga Batak yang sudah ditunjuk. Adapun keluarga yang ditunjuk haruslah kerabat dekat dari calon mempelai.

Ada perbedaan antara mangain laki-laki dengan perempuan. Jika yang akan diangkat menjadi anak adalah laki-laki maka disebut mangain anak, dan marga yang diberikan adalah marga amangboru (suami dari saudara perempuan ayah) dari calon mempelai perempuan Batak yang akan dinikahkan. Sedangkan untuk yang diangkat menjadi anak adalah perempuan maka disebut mangain boru, dan marga yang diberikan adalah marga tulang (saudara laki-laki ibu) dari calon mempelai laki-laki Batak yang akan dinikahkan.

Sebelum adat mangain dilangsungkan akan diawali dengan rapat keluarga besar dengan tujuan menyepakati memberikan marga pada seseorang. Karena bagi keluarga yang bersedia memberikan marga, proses mangain bukan sekadar memberikan marga tapi juga memosisikan orang tersebut layaknya anak biologis mereka. Artinya segala hak dan kewajiban anak secara adat harus dilakukan keluarga tersebut kepada orang yang akan diberikan marga. Itu mengapa keluarga yang ditunjuk untuk memberikan marga tersebut juga harus memiliki hati yang terbuka serta ketulusan menerima orang tersebut sebagai bagian dari keluarga mereka.

Adat mangain dilakukan sebelum pernikahan adat.

Jika semua pihak telah sepakat maka akan langsung digelar adat mangain. Adapun secara garis besar, adat mangain dilakukan sebagai berikut:

1. Natorasna (orang tua): Orang tua yang dimaksud di sini adalah orangtua yang telah siap ditunjuk sebagai orangtua angkat.

  • Menyuapkan nasi atau indahan sebanyak tiga kali kepada orang yang akan diberikan marga sambil mengucapkan doa harapan.
  • Menyuapkan ikan mas atau dengke sebanyak tiga kali kepada orang yang akan diberikan marga sambil mengucapkan doa harapan.
  • Memberikan air putih atau air sitio-tio kepada orang yang akan diberikan marga.
  • Lalu orang tua memberikan ulos kepada orang yang akan diberikan marga.
  • Orang tua memberikan parbue gabe atau beras dalam tandok kepada orang yang akan diberikan marga.

2. Hulahula (pihak saudara laki-laki dari ibu):

  • Memberikan ikan mas atau pasahat dengke.
  • Memberikan ulos
  • Memberikan parbue gabe.

3. Makan Bersama

4. Menyampaikan uang atau pasahat upa panggabei dari:

  • Dongan tubu atau saudara semarga
  • Boru (saudara perempuan dan suami) dan bere (keponakan)
  • Dongan sahuta, aleale atau teman sekampung.

5. Marhata gabe horas, manggabei ma angka raja.

6. Mangampu hasuhuton atau keluarga yang ditunjuk mengangkat anak mengucapkan terima kasih.

7. Ditutup dengan doa bersama.

Setelah sah mendapatkan marga, maka dapat dilangsungkan pernikahan secara adat Batak. Dan karena telah memiliki marga maka orang tersebut sudah memiliki hak serta kewajiban dalam sistem masyarakat Batak. Artinya, dalam setiap prosesi adat yang akan dilakukan kedudukannya sama dengan orang Batak lainnya. Ini mengapa prosesi pemberian marga bukan sekadar agar pernikahan secara adat dapat dilakukan tapi juga agar lebih memahami serta menghargai budaya Batak secara turun temurun.

Vendors you may like

Instagram Bridestory

Follow @thebridestory on Instagram for more wedding inspirations

Visit Now
Visit Now