Blog / Relationship Tips / Hukum Istri yang Dinafkahi dengan Harta yang Haram dalam Pandangan Islam

Hukum Istri yang Dinafkahi dengan Harta yang Haram dalam Pandangan Islam

Color:
Add To Board
hukum-istri-yang-dinafkahi-dengan-harta-yang-haram-dalam-pandangan-islam-1

Nafkah, dalam pandangan Islam, merupakan tanggung jawab suami terhadap keluarganya. Secara terminologis, kata nafkah berasal dari bahasa Arab, yakni "نفقة" (nafaqa), yang berarti segala bentuk pemberian untuk mencukupi kebutuhan keluarga, seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal. Dalam bahasa Arab, kata ini berimbuhan hamzah menjadi anfaqa yunfiqu (infak) yang menunjukkan pengeluaran biaya seseorang terhadap orang yang wajib dinafkahi, termasuk istri, anak, atau pembantu.

Syaikh Muhammad Ali Ibnu Allan dalam kitab Dalil al-Falihin li Thuruqi Riyadi al-Shahilin menjelaskan bahwa nafkah meliputi segala bentuk pemberian, baik itu harta, pakaian, maupun tempat tinggal kepada keluarga yang menjadi tanggungannya. Istri, anak, hingga pembantu menjadi pihak yang berhak menerima nafkah dari suami atau kepala keluarga, sebagaimana ditentukan dalam ajaran Islam.

Kewajiban Memberi Nafkah Berdasarkan Al-Qur'an

Pemberian nafkah kepada keluarga adalah kewajiban yang diatur dalam Al-Qur'an. Salah satunya dapat ditemukan dalam surat Al-Baqarah ayat 233, yang berbunyi:

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ

"Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu." (QS. Al-Baqarah: 233)

Ayat ini dengan jelas mengingatkan bahwa memberi nafkah adalah kewajiban seorang suami untuk keluarganya, dengan tetap disesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing. Suami tidak diperbolehkan berlaku kikir hingga membuat istri atau anaknya menderita karena nafkah yang diberikan. Nafkah yang dimaksud juga harus diberikan dengan cara yang patut, sesuai dengan taraf kehidupan yang ada.

Selain itu, dalam surah At-Talaq ayat 7, Allah berfirman:

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا

"Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan." (QS. At-Talaq: 7)

Makna dari ayat tersebut mengingatkan bahwa memberi nafkah hendaknya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika seorang suami kaya, maka dia wajib menafkahi keluarganya sesuai dengan kekayaannya. Sebaliknya, jika ia miskin, nafkah yang diberikan pun hanya sesuai dengan apa yang dimilikinya.

Nafkah sebagai Infak yang Paling Utama

Dalam Islam, memberi nafkah kepada keluarga dianggap sebagai bentuk infak yang paling utama. Hal ini disebutkan dalam hadis riwayat Abu Hurairah dan Abdurrahman Tsauban:

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «دينار أنفقته في سبيل الله، ودينار أنفقته في

رقبة، ودينار تصدقت به على مسكين، ودينار أنفقته على أهلك، أعظمها أجرًا الذي أنفقته على أهلك»


"Dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dan dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak, dan dinar yang kamu shadaqahkan kepada orang miskin, dan dinar yang kamu infakkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah dinar yang kamu infakkan kepada keluargamu." (Shahih Muslim, Kitab al-Zakat, no. 995)

Dengan kata lain, nafkah yang diberikan oleh suami kepada keluarganya, jika dilakukan dengan niat karena Allah, maka setiap pengeluaran tersebut akan dihitung sebagai sedekah yang besar pahalanya. Tentu saja, ini menunjukkan betapa pentingnya nafkah dalam kehidupan keluarga dalam Islam.

Pengaruh Harta Haram dalam Nafkah

Namun, pertanyaan besar kemudian muncul. Bagaimana jika nafkah yang diberikan kepada istri berasal dari harta yang haram? Harta yang haram dapat berasal dari berbagai sumber yang tidak halal, seperti riba, korupsi, atau perdagangan barang-barang haram layaknya miras atau narkoba. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 172:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah rezeki yang baik yang kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." (QS. Al-Baqarah [2]: 172)

Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk mencari dan mengonsumsi rezeki yang baik dan halal. Karena pada akhirnya, akan ada ganjaran yang setimpal apabila perbuatan haram tersebut dibiarkan berlarut-larut.

Peran Keluarga dalam Mengawasi Sumber Nafkah

Dalam situasi ini, hukum nafkah yang berasal dari harta haram apabila diberikan kepada istri menjadi cukup kompleks. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, apabila seseorang memperoleh harta haram, maka harta tersebut dianggap haram bagi dirinya. Namun, dalam konteks keluarga, nafkah tersebut tidak akan mengalirkan dosa bagi istri dan anak-anak apabila mereka tidak mengetahui sumber haramnya harta tersebut.

Hal ini dijelaskan oleh Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam sebuah video berjudul "Bagaimana hukumnya menafkahi keluarga dari hasil korupsi," yang diunggah dalam kanal Youtube Najwa Shihab: "Jika istri dan anak tidak mengetahui bahwa nafkah yang mereka terima berasal dari sumber yang haram, maka mereka tidak akan dibebani dengan dosa tersebut. Namun, sebagai anggota keluarga, mereka berkewajiban untuk menanyakan dari mana sumber harta tersebut, juga selalu mengingatkan suami agar tidak menafkahi keluarga dengan harta yang haram," jelas cendekiawan ilmu tafsir Qur'an tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi anggota keluarga untuk saling mengingatkan dan menjaga agar sumber nafkah yang diterima selalu halal.

Hukum Nafkah dalam Keadaan Darurat

Dalam beberapa kasus, ketika keluarga tidak mampu mencari nafkah halal, misalnya karena alasan darurat atau ketidakmampuan fisik, istri dibolehkan untuk menerima nafkah dari suami meski sumbernya haram, dengan catatan bahwa mereka telah berusaha semampu mereka untuk mencari pekerjaan halal. Namun, nafkah tersebut tidak boleh melebihi kecukupan dan kebutuhan mereka.

Seperti dikutip dalam konsultasisyariah.com, disebutkan bahwa pada kondisi darurat, istri dan anak dapat menerima nafkah haram, seperti dari menjual miras, babi, atau pekerjaan yang haram lainnya, jika mereka tidak memiliki pilihan lain setelah berusaha mencari nafkah yang halal. Namun, hal ini hanya berlaku dalam keadaan tertentu dan dengan syarat bahwa mereka tidak dapat mencari nafkah halal. Wallahualam.

Demikianlah dalam pandangan Islam, memberi nafkah kepada keluarga adalah kewajiban yang sangat penting dan utama. Nafkah yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan dan kondisi finansial suami. Namun, apabila nafkah tersebut berasal dari sumber yang haram, maka harta tersebut akan berdampak buruk pada keluarga. Suami yang memberi nafkah haram menanggung dosanya sendiri, sementara istri dan anak-anaknya tidak berdosa jika mereka tidak mengetahui asal-usul nafkah tersebut. Meski begitu, sebagai anggota keluarga, mereka tetap memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan mencegah suami atau ayah agar tidak menafkahi mereka dengan harta yang haram.

Vendors you may like

Instagram Bridestory

Follow @thebridestory on Instagram for more wedding inspirations

Visit Now
Visit Now