Meski sudah sepakat untuk menikah bukan berarti mengurus segala persiapannya akan jadi sangat mudah. Tidak hanya perkara memilih tempat, tema dekorasi, makanan, sampai beda kebiasaan dan budaya antar kedua keluarga adalah sumber-sumber "drama" yang sering kali harus dihadapi setiap calon pengantin. Tak dipungkiri, mengurus pernikahan ibarat memasuki tahap awal menghadapi "ujian-ujian" yang akan melatih kesiapan calon pengantin menjadi pasangan suami-istri.
Layaknya sebuah ujian, ada saja pasangan calon pengantin yang gagal menghadapinya yang kemudian berujung pada batal menikah. Tapi banyak juga calon pengantin yang berhasil melaluinya dan "naik kelas" ke jenjang berikutnya yaitu sah menjadi suami-istri. Itu mengapa tidak ada salahnya untuk belajar mengenali ujian-ujian apa saja yang seringkali menjadi "hawa panas" ketika mengurus pernikahan. Harapannya ketika Anda dan pasangan mampu mengenalinya maka bisa lebih siap mental untuk mengurai kerumitannya sehingga prosesi pernikahan berlangsung dengan lancar dan bahagia.
Dan medium yang paling seru belajar tentang ujian-ujian ketika mengurus pernikahan adalah film. Contohnya adalah drama Korea (drakor) Welcome to Wedding Hell. Seperti judulnya, drakor yang tayang di Netflix ini bercerita tentang Kim Na Eun (Lee Yeon Hee) dan Seo Jun Hyung (Lee Jin Wook) menghadapi ujian mengurus pernikahan dari berbagai sisi. Jika di episode pertamanya penonton akan hanyut dalam emosi manis penuh cinta karena pasangan yang sudah berpacaran selama dua tahun ini akhirnya memutuskan untuk menikah. Maka di episode pertama akan banyak adegan-adegan manis yang bercerita tentang harapan menjalani pernikahan yang harmonis dan bahagia.
Tapi begitu memasuki episode kedua, ujian-ujian menyiapkan pernikahan pun di mulai. Banyak penonton yang merasa relatable atau dekat dengan kenyataan yang dihadapi para calon pengantin. Memang apa sajakah ujian-ujian mempersiapkan pernikahan menurut drakor Welcome to Wedding Hell ini? Berikut kisi-kisinya seperti dilansir dari Netflix Indonesia
Perang psikologi di pertemuan keluarga
Akreditasi: Netflix Indonesia
Perkenalan keluarga bisa menjadi "ujian" mempersiapkan pernikahan, karena masing-masing keluarga membawa "kepentingannya" sendiri. Apalagi dalam budaya Asia unsur penting dalam pernikahan adalah menentukan mahar. Nah topik sensitif ini bisa jadi langsung dibicarakan pada saat pertemuan keluarga pertama, salah intonasi bisa menimbulkan banyak persepsi.
Suara-suara gaib dari luar
Akreditasi: Netflix Indonesia
Selain keluarga, sumber ujian yang juga bisa sangat memengaruhi dalam mempersiapkan pernikahan adalah pendapat para sahabat calon pengantin. Adalah ketika Jun Hyung mendapat "wejangan" dari sahabat-sahabatnya tentang bagaimana laki-laki bertahan dalam pernikahan. Para sahabat Jun Hyung menyebutkan ada dua hal yang perlu dipertahankannya ketika memasuki jenjang pernikahan yaitu keuangan dan kode autentifikasi. Ini tentu menjadi isu sensitif ketika ada pihak ketiga yang mengintervensi masalah keuangan.
Beda selera, beda yang dimau
Akreditasi: Netflix Indonesia
Saling mencintai tidak berarti memiliki selera yang sama. Justru yang sering kali terjadi adalah rasa cinta saling tarik menarik ketika ada banyak perbedaan. Karena cinta saling mengisi. Tapi ini juga bisa menjadi sumber ujian dalam mempersiapkan pernikahan. Hal yang sederhana saja, tempat menikah. Jun Hyeong lebih memilih hotel sebagai tempat menikah, sementara Nan Eun merasa yang paling utama adalah tempat mudah dijangkau, makanannya enak dan tempatnya luas. "Hawa panas" muncul ketika Nan Eun berdiplomasi dengan mengatakan ia akan mengikuti keinginan Jun Hyung mengadakan pernikahan di hotel asalkan bisa memberikan alasan spesifik mengapa harus di hotel. Padahal bisa jadi keinginan Jun Hyung memilih di hotel tanpa ada alasan yang spesifik.
Serba tidak enakan ke calon mertua
Akreditasi: Netflix Indonesia
Perasaan ini paling sering dialami oleh calon pengantin wanita kepada calon mertua. Karena kebanyakan wanita adalah micro management alias semuanya ingin diurus sendiri. Sementara calon ibu mertua merasa ingin sekali melibatkan diri dalam proses persiapan pernikahan anaknya. Perbedaan sudut pandang inilah yang kemudian menciptakan friksi yang sering kali disiasati calon pengantin wanita dengan menerima saja karena serba tidak enakan ke calon mertua. Pada drakor ini situasi yang dicontohkan adalah ketika ibu dari Jun Hyung ingin melibatkan diri membelikan perabotan rumah tangga anak dan menantunya. Na Eun sudah coba menolak secara halus dan memberi "kode" kepada Jun Hyung agar mendukungnya, tapi pesan Nan Eun tidak tertangkap dengan jelas. Alhasil Nan Eun menerima saja ketika "forum" memutuskan kalau calon ibu mertuanya yang akan menentukan seluruh perabotan yang cocok untuk di rumah mereka nantinya.
Gede-gedean gengsi
Akreditasi: Netflix Indonesia
Konon calon pengantin akan lebih banyak berselisih pahamnya ketika mengurus pernikahan. Selisih paham adalah hal yang biasa, namun ini jadi sedikit berbeda ketika terjadi saat mengurus pernikahan. Karena kalau dua-duanya gede-gedean gengsi maka bisa jadi urusan mempersiapkan pernikahan semakin rumit untuk dihadapi.
Calon besan mendadak cekcok
Akreditasi: Netflix Indonesia
Karena di budaya Asia, pernikahan anak adalah tanggung jawab orang tua. Maka kedua orang tua dari calon pengantin pria dan wanita merasa punya "suara" yang sama dalam menentukan bagaimana pernikahan anak-anak mereka akan berlangsung. Ini juga menjadi sumber "hawa panas" dalam mempersiapkan pernikahan.
Marah + Capek? Jangan bikin keputusan mendadak
Akreditasi: Netflix Indonesia
Salah satu "adegan" menegangkan dalam proses mempersiapkan pernikahan adalah ketika salah satu pasangan merasa tidak bersemangat lagi untuk melangsungkan pernikahan. Adegan ini benar-benar terjadi di drakor Welcome to Wedding Hell. Tepatnya ketika Na Eun dan Jun Hyung tengah melakukan sesi foto prewedding. Nan Eun merasa capek dengan konflik-konflik yang terjadi selama mengurus pernikahan, hingga ia merasa rasanya sia-sia untuk melajuntkan semuanya.
Sumber konflik yang dari berbagai sisi dan ditambah dengan waktu persiapan pernikahan yang singkat, sering kali memang membuat calon pengantin berujung pada mempertanyakan apakah menikah adalah keputusan yang tepat. Satu hal yang harus diingat adalah jangan pernah memutuskan sesuatu dalam keadaan marah. Ketika kita sedang marah maka diri lebih banyak dikendalikan oleh emosi ketimbang logika. Artinya kita sedang tidak dalam mampu untuk berpikir jernih. Dan ketika mengambil keputusan dalam keadaan penuh emosi, sebenarnya ini adalah hanya sebuah pelampiasan bukan solusi. Jadi ketika Anda dan pasangan capek serta marah dengan friksi-friksi yang muncul saat mempersiapkan pernikahan, cobalah untuk sama-sama menenangkan diri. Dalam keadaan tenang inilah Anda dan pasangan bisa menentukan pilihan yang realistis yang fokus pada solusi yang memberikan kebahagiaan bagi Anda berdua.