Pernikahan dan keturunan merupakan dua hal yang berbeda. Mayoritas orang menganggap bahwa kehadiran buah hati dapat menyempurnakan keluarga sekaligus mampu menjadi pelengkap kebahagiaan, namun sebagian yang lainnya memiliki pemahaman berbeda bahwa anak bukanlah satu-satunya tujuan untuk membangun sebuah bahtera rumah tangga. Rata-rata dari mereka yang tidak mengharapkan hadirnya seorang anak pun tidak serta merta memutuskannya tanpa alasan tertentu. Sebuah survei terbaru dari Pew Research Center menemukan bahwa saat ini ada banyak sekali orang dewasa yang melaporkan bahwa mereka tidak ingin memiliki anak selamanya. Sekitar 56% di antaranya tidak menginginkan seorang anak sedangkan 43% lainnya terdorong karena berbagai alasan. Dua alasan teratas yang sering diungkapkan yaitu karena adanya masalah finansial dan kesehatan medis.
Selain itu, beberapa alasan pokok lainnya yang menjadi latar belakang mengapa seseorang akhirnya tidak ingin mempunyai keturunan, antara lain:
- Kekhawatiran tentang masalah sosial yang terjadi saat ini, seperti intimidasi, rasisme, ketidaksetaraan, dan lain-lain. Mereka takut apabila hal tersebut akan berdampak kepada anak-anak mereka di masa depan.
- Faktor lingkungan yang tidak mendukung. Mereka tidak ingin menambah populasi manusia yang memang sudah terlampau padat karena dapat berpotensi menciptakan kerusakan alam, entah itu berupa polusi atau limbah.
- Tidak siap dengan segala kemungkinan perubahan gaya hidup yang drastis, seperti berkurangnya waktu luang untuk diri sendiri, sulit mendapatkan momen me time atau liburan tanpa anak, tidak cukup waktu untuk beristirahat, hingga sulitnya mengatur alokasi dana untuk buah hati di masa depan.
- Trauma dengan pengalaman semasa kecil, seperti pernah mengalami pelecehan oleh orang tua mereka sendiri, hidup dalam lingkaran keluarga yang abusive (penuh kekerasan), hingga kerap menerima pengasuhan yang buruk dari orang tua.
- Tidak pernah merasakan naluri sebagai seorang ibu atau ayah.
- Tidak menyukai anak-anak.
- Merasa tidak mampu mengemban tanggung jawab sebagai orang tua.
- Takut kehilangan teman-teman karena semakin berkurangnya quality time dalam kehidupan sosial.
- Lebih condong mengutamakan karier sebagai tujuan masa depan.
- Memang bukan merupakan visi misi hidup mereka, tidak ada alasan khusus.
Bila Anda termasuk ke dalam satu dari sekian banyak orang yang memutuskan untuk childfree atau tidak ingin memiliki keturunan, ada baiknya untuk membicarakan hal ini dengan segera kepada pasangan Anda agar tidak menimbulkan masalah serius di kemudian hari, bahkan sebenarnya Anda perlu membahas topik diskusi perihal anak bersama pasangan Anda jauh sebelum benar-benar memutuskan untuk menikah. Bagaimanapun, Anda perlu menyatukan visi dan misi terlebih dahulu untuk bisa melangkah ke ke jenjang yang lebih serius, bukan?
Kami mengerti bahwa topik tersebut selalu menjadi pembicaraan yang cukup sulit, sehingga beberapa dari Anda mungkin memilih untuk menunda pembicaraan hingga batas waktu yang belum ditentukan lantaran belum siap dengan respon pasangan. Oleh karena itu, untuk memandu Anda dalam melakukannya, ikuti sejumlah tips berikut ini tentang bagaimana harus memberitahukan kepada pasangan Anda terkait keinginan untuk hidup tanpa anak.
- Beritahu Pasangan dengan Segera
Selain masalah karir dan finansial, pembahasan soal anak masuk ke dalam salah satu topik diskusi yang perlu dibicarakan kepada pasangan sebelum menikah. Karena hadirnya buah hati berkaitan erat dengan rencana masa depan untuk membangun sebuah keluarga. Sebelum hubungan Anda berjalan terlalu jauh, penting untuk memberitahukan keputusan Anda terkait keinginan untuk childfree atau hidup tanpa anak kepada pasangan sesegera mungkin, mengingat ia juga berhak tahu, apakah Anda benar-benar memiliki tujuan yang sama atau tidak dengan mereka perihal memiliki keturunan setelah menikah. "Ini bukanlah topik yang dapat dihindari. Semakin banyak informasi yang dimiliki oleh kedua pasangan, maka semakin baik," ungkap Alisa Ruby Bash, Psy.D., MFT., selaku terapis Perkawinan dan Keluarga berlisensi, seperti dikutip dari marthastewart. Anda mungkin dapat memulainya dengan pertanyaan sederhana seperti, "Apakah kamu berencana untuk memiliki anak suatu hari nanti?" Pertanyaan tersebut akan membawa Anda berdua menuju percakapan mendalam yang jauh lebih intens. Sebuah jawaban yang Anda nantikan dari pasangan mungkin juga akan langsung didapatkan saat itu juga. - Bersikap Terbuka
Tidak ada satupun orang yang menyukai kebohongan, apalagi bila berkaitan erat dengan rencana masa depan. Tetaplah bersikap jujur dan transparan tentang perasaan Anda agar pasangan menjadi lebih mengerti terhadap apa yang sebenarnya Anda inginkan dari sebuah pernikahan tanpa buah hati. Ia juga akan lebih mudah menaruh empati terhadap Anda dengan tetap mendengarkan serta menerima seluruh isi hati Anda, asalkan dikomunikasikan dengan cara yang baik dan tidak ada satupun hal yang ditutup-tutupi. Karena pada dasarnya, berbagi merupakan salah satu bentuk kepedulian dalam sebuah hubungan. "Jika Anda berdua berada di ujung spektrum yang berlawanan, implikasinya berpotensi mengakhiri hubungan," lanjut Bash. "Tidak ada kompromi atau jalan tengah dalam hal memiliki anak. Itu semua sangat tergantung pada seberapa kuat perasaan kedua pasangan tentang keputusan mereka untuk menjadi orang tua atau tidak." Kendati demikian, keputusan untuk mengakhiri sebuah hubungan jika memiliki tujuan yang berbeda perihal anak belum tentu akan terjadi. Semuanya tergantung pada apakah salah satu dari Anda masih bersedia mempertimbangkan jalan keluar lainnya atau tidak. Misalnya, seperti adopsi atau menerima pengasuhan di kemudian hari. Mengadopsi anak yang lebih tua bisa menjadi pilihan apabila salah satu pasangan tidak ingin membesarkan bayi. - Jelaskan Alasan Anda
Rata-rata orang yang memutuskan untuk childfree berangkat dari berbagai pertimbangan yang matang serta memiliki alasan terkuat mengapa mereka akhirnya mengambil keputusan tersebut. Berikan pemahaman kepada pasangan Anda tentang bagaimana Anda bisa sampai pada kesimpulan untuk tidak memiliki anak ketika sudah menikah nanti. "Dinamika keluarga di masa lalu ataupun saat ini, masalah keuangan, perubahan gaya hidup, dan lain-lain, dapat memengaruhi segala keputusan akhir mereka. Membicarakan hal tersebut dapat memberi kejelasan dan pemahaman, sehingga pasangan Anda juga bisa melihat dengan benar apa yang sebenarnya menjadi tujuan Anda," tutur relationship coach Elizabeth Overstreet. - Berikan Waktu bagi Pasangan Anda untuk Berpikir
Ini akan menjadi pembahasan yang berat apabila salah satu dari Anda memang berada dalam spektrum yang berlawanan. Jadi, berikan pasangan Anda waktu yang cukup untuk memikirkan lebih lanjut tentang keputusan akhir yang akan diberikan, mengingat ia juga perlu mempertimbangkan kelanjutan hubungan Anda berdua setelahnya. "Beri ruang kepada pasangan Anda untuk mengungkapkan bagaimana ia melihat situasi ini. Karena hal tersebut akan memberikan Anda berdua pemahaman dan perspektif baru tentang bagaimana harus perasaan satu sama lain ketika menghadapi skenario tersebut," Overstreet berujar kembali. Tetap memaksakan kehendak untuk bersama di saat hanya salah satunya saja yang menginginkan seorang anak bisa menyebabkan konflik berkepanjangan yang diliputi oleh kesedihan, keputusasaan, penyesalan, dan kebencian, sehingga keputusan terbaik bagi sebagian pasangan adalah dengan cara berpisah agar pihak yang menginginkan anak memiliki kesempatan untuk mewujudkan impiannya dengan orang lain yang memiliki pemahaman serupa.